ABSTRAK Perbankan syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang progresif.Pertumbuhan secara signifikan terjadi sejak diterapkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah diiringi oleh bertambahnya jumlahbank dan kantor jaringan sehingga layanan perbankan syariah dapat mencakupmasyarakat lebih luas. Selain itu, kinerja perbankan syariah semakin meningkatseiring dengan hal tersebut utamanya peningkatan total aset, DPK danpembiayaan. Namun demikian, komposisi DPK perbankan syariah masihdidominasi oleh simpanan jangka pendek sedangkan peningkatan pembiayaanperbankan syariah meningkat melebihi peningkatan DPK. Akibatnya FDRperbankan syariah mencapai lebih dari 100% pada satu semester terakhir. Hal inimembuat perbankan syariah memiliki potensi risiko likuiditas yang tinggi. Saatini, perbankan syariah memiliki alat-alat likuid berupa GWM, SBIS, FASBIS,SIMA, SIKA, dan SBSN. Namun penggunaan alat likuid tersebut belum optimaldan tergantung kepada preferensi kebijakan dari masing-masing bank. Instrumensyariah yang likuid dan belum banyak dimanfaatkan oleh perbankan syariahadalah sukuk (SBSN) untuk mengatasi risiko likuiditas. Berdasarkan analisisindustri berdasarkan data dari Desember 2008 hingga Desember 2012 dan surveylapangan serta wawancara mendalam yang dilakukan pada Maret hingga Juni2013 untuk mengetahui persepsi, kebijakan dan ekspektasi dari industri perbankansyariah dalam menempatkan dana pada instrumen sukuk, ditemukan beberapa halpenting seperti: kinerja industri, kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan likuiditas,serta kemungkinan menggunakan SBSN sebagai instrumen manajemen likuiditas.Sementara itu, bank-bank syariah mensyaratkan beberapa hal di dalammenempatkan dana pada SBSN. Sebaiknya perbankan syariah lebihmenggunakan sukuk khususnya SBSN dalam memitigasi resiko likuiditas, karenaselain merupakan instrumen yang likuid, sukuk juga merupakan instrumeninvestasi sehingga penempatan dana pada sukuk dapat menjadi aset produktif. ABSTRACT The development of Islamic Banks in Indonesia has increased progressively. Thegrowth is shown since enactment of the act of no. 21/2008 about Islamic Banking.The number of banks and the number of branch office are increased so that theIslamic Banking can serve widely. Some indicators to improve Islamic Bankingperformance are concise of increasing in assets, third party fund and financing.Composition of third party funds Islamic Banking dominated by short termdeposits. In the other hand the increase in Islamic Banking financing increasesexceed rising third party funds, so FDR Islamic Banking reached more than100%. Therefore, Islamic Banking has high potential liquidity risk. To overcomeliquidity risk, Islamic Banking have liquidity instrument among GWM, SBIS,FASBIS, SIMA, SIKA and SBSN. However the use of that instruments dependingon the preference policy from each bank. Nevertheless, the Indonesian IslamicBanking industry does not use SBSN optimally in addressing the liquidity risk.The data collection and analysis method in this research use a combination ofquantitative and qualitative methods because this research involving perception,policy and expectations of Islamic Banking Industry management. Hopefully,these methods can reach the objectives of this research. Secondary data analysisusing data from Bank Indonesia statistics from December 2008 to December 2012to measure the performance of the industry, the liquidity needs and fulfillmentsthe liquidity needs. The primary data obtained from survey results and in depthinterview to a number of Islamic Banking conducted in March to June 2013.Based on findings in this research, Islamic Banking has a high liquidity risk, toovercome that, there is a very liquid instruments, which available on the market,the value of absorption and related to the real sector. The financial instrument isIslamic state bond (SBSN). Islamic banking should optimalizing uses of sukuk asan instrument to mitigated liquidity risk because in the other hand, sukuk areinvestment instruments so that funds placed in sukuk can be a productive assets. |