[ABSTRAK Background: Kawasaki disease (KD) is an acute systemic vasculitis with unknownetiology that mainly affects infants and young children. Coronary aneurysms develop in15 – 25 % of untreated cases and may lead to myocardial infarction, ischemic heartdisease or sudden death. There were some risk factors suspected to play a role in thedevelopment of coronary aneurysms. The role of EPC (endothelial progenitor cells) asubtype of stem cell, in KD has been studied lately with the aim that they could bemanipulated to treat coronary lesions.Objective : To investigate the frequency of coronary aneurysms in KD, risk factors forthe development of coronary aneurysms and their clinical course; number and quality ofEPC in patients with and without aneurysms in acute and late phase of KD, and comparethe number and quality of EPC between acute and late phase of KD.Methods: Subjects were KD patients treated during the period of 10½ years in 5 hospitalsin Jabotabek area. There were 4 study designs, namely cross-sectional for coronary riskfactors, retrospective cohort for the clinical course and cross sectional for EPC study inacute and late phase. Subjects had blood and echocardiography examinations.Results: There were 667 KD patients studied. The frequency of coronary aneurysms inacute phase was 33.3 % and 7.9 % in convalescence. Risk factors for coronaryaneurysms were duration of fever > 7 days (p< 0.001; OR 2.02; CI 1.15 to 3.53) and lowlevel of albumin (p= 0.001; OR 0.53; CI 0.32 to 0.87). Majority of small and mediumsized aneurysms regressed over time but giant aneurysms did not. Subjects withoutcoronary aneurysms till 2 months of onset would remain normal later. No difference wasnoted in the number and quality of EPC (CD34+) between subjects with and withoutaneurysms in acute and late phase. The number of EPC (CD34+) in acute phase higherthan that of the late phase (p< 0.001).Conclusion and suggestion: Duration of fever over 7 days before treatment and lowlevel of albumin were the risk factors for the development of coronary aneurysms.Outcome of aneurysms was determined by the size of the diameter. The number of EPCwas significantly higher during acute phase compared to that of the late phase. Patientswith KD should have been treated before day 8 of fever to prevent coronarycomplications. For patients without coronary aneurysms till 2 months after onset, furtherechocardiography is not a necessity. ABSTRAK Latar belakang: Penyakit Kawasaki (PK) adalah suatu vaskulitis akut sistemik yangterutama menyerang bayi dan anak balita dan belum diketahui etiologinya. Pada kasus PKyang tidak diobati 15-25 % akan mengalami aneurisme koroner yang dapat berakhir padainfark miokard, penyakit jantung iskemik atau kematian. Berbagai faktor diduga berperanterhadap terjadinya aneurisme koroner. Peran dan kondisi SPE (sel progenitor endotel),suatu subtipe sel punca mulai diteliti dengan tujuan kelak dapat digunakan untuk terapikelainan koroner pada PK.Tujuan: Mengetahui frekuensi aneurisme koroner pada PK, faktor risiko terjadinya sertaperjalanan klinisnya; jumlah dan kualitas SPE pada fase akut maupun lanjut PK denganatau tanpa aneurisme koroner serta membandingkan jumlah dan kualitas SPE pada keduafase tersebut.Metode: Subjek adalah pasien PK yang datang berobat selama periode 10½ tahun di 5 RSdi Jabotabek. Terdapat 4 desain penelitian yaitu studi potong lintang untuk penelitianfaktor risiko aneurisme koroner. Kohort retrospektif untuk perjalanan klinis serta potonglintang untuk masing masing SPE fase akut dan SPE fase lanjut. Subjek diperiksa darahdan ekokardiografi.Hasil: Didapat 667 subjek dengan PK. Frekuensi aneurisme koroner pada fase akut PK33,3 %, fase konvalesen 7,9 %. Faktor risiko aneurisme koroner adalah lama demam > 7hari sebelum terapi (p < 0,001; RO 2,02; IK 1,15 sampai 3,53) dan kadar albumin yangrendah (p 0,001; RO 0,53; IK 0,32 sampai 0,87). Mayoritas aneurisme kecil dan sedangkembali normal dengan berlalunya waktu, aneurisme raksasa tidak. Subjek tanpaaneurisme hingga 2 bulan awitan, selanjutnya tetap normal. Tidak ada pebedaan jumlahdan kualitas SPE (CD34+) pada pasien dengan dan tanpa aneurisme koroner pada faseakut dan lanjut. Jumlah SPE (CD34+) lebih tinggi pada fase akut dibanding fase lanjut (p< 0,001).Simpulan dan saran: Lama demam > 7 hari sebelum terapi dan kadar albumin yangrendah merupakan faktor risiko aneurisme koroner. Prognosis aneurisme ditentukan olehdiameternya. Jumlah SPE (CD34+) pada fase akut lebih tinggi secara bermakna dibandingfase lanjut. Pada pasien PK terapi sebaiknya dilakukan sebelum hari ke-8 demam untukmencegah komplikasi koroner. Pada pasien tanpa aneurisme koroner hingga 2 bulanawitan, ekokardiografi selanjutnya tidak mutlak dilakukan., Latar belakang: Penyakit Kawasaki (PK) adalah suatu vaskulitis akut sistemik yangterutama menyerang bayi dan anak balita dan belum diketahui etiologinya. Pada kasus PKyang tidak diobati 15-25 % akan mengalami aneurisme koroner yang dapat berakhir padainfark miokard, penyakit jantung iskemik atau kematian. Berbagai faktor diduga berperanterhadap terjadinya aneurisme koroner. Peran dan kondisi SPE (sel progenitor endotel),suatu subtipe sel punca mulai diteliti dengan tujuan kelak dapat digunakan untuk terapikelainan koroner pada PK.Tujuan: Mengetahui frekuensi aneurisme koroner pada PK, faktor risiko terjadinya sertaperjalanan klinisnya; jumlah dan kualitas SPE pada fase akut maupun lanjut PK denganatau tanpa aneurisme koroner serta membandingkan jumlah dan kualitas SPE pada keduafase tersebut.Metode: Subjek adalah pasien PK yang datang berobat selama periode 10½ tahun di 5 RSdi Jabotabek. Terdapat 4 desain penelitian yaitu studi potong lintang untuk penelitianfaktor risiko aneurisme koroner. Kohort retrospektif untuk perjalanan klinis serta potonglintang untuk masing masing SPE fase akut dan SPE fase lanjut. Subjek diperiksa darahdan ekokardiografi.Hasil: Didapat 667 subjek dengan PK. Frekuensi aneurisme koroner pada fase akut PK33,3 %, fase konvalesen 7,9 %. Faktor risiko aneurisme koroner adalah lama demam > 7hari sebelum terapi (p < 0,001; RO 2,02; IK 1,15 sampai 3,53) dan kadar albumin yangrendah (p 0,001; RO 0,53; IK 0,32 sampai 0,87). Mayoritas aneurisme kecil dan sedangkembali normal dengan berlalunya waktu, aneurisme raksasa tidak. Subjek tanpaaneurisme hingga 2 bulan awitan, selanjutnya tetap normal. Tidak ada pebedaan jumlahdan kualitas SPE (CD34+) pada pasien dengan dan tanpa aneurisme koroner pada faseakut dan lanjut. Jumlah SPE (CD34+) lebih tinggi pada fase akut dibanding fase lanjut (p< 0,001).Simpulan dan saran: Lama demam > 7 hari sebelum terapi dan kadar albumin yangrendah merupakan faktor risiko aneurisme koroner. Prognosis aneurisme ditentukan olehdiameternya. Jumlah SPE (CD34+) pada fase akut lebih tinggi secara bermakna dibandingfase lanjut. Pada pasien PK terapi sebaiknya dilakukan sebelum hari ke-8 demam untukmencegah komplikasi koroner. Pada pasien tanpa aneurisme koroner hingga 2 bulanawitan, ekokardiografi selanjutnya tidak mutlak dilakukan.] |