Persekongkolan tender menjadi salah satu isu penting dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Dalam Position Paper KPPU Terhadap Perkembangan Sektor Jasa Konstruksi tercatat bahwa sekitar 80% dari seluruh kasus yang ditangani oleh KPPU merupakan kasus persekongkolan tender. Salah satu kasus yang terkait dengan persekongkolan tender adalah kasus Proyek Donggi-Senoro. Dalam proyek tersebut, dalam proses pemilihan mitra dilakukan melalui beauty contest, menurut KPPU, beauty contest sama dengan tender yang dimaksud dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, namun menurut berbagai para pihak, antara pemilihan mitra melalui beauty contest dan tender tersebut berbeda, sehingga menimbulkan adanya perbedaan pendapat antara keduanya. Putusan kasus ini terdapat dalam Putusan KPPU Nomor: 35/KPPU-I/2010, yang kemudian diperkuat oleh Pengadilan Negeri dalam Putusan Nomor: 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis normatif. Istilah tender diatur didalam Pasal UU No. 5 Tahun 1999, akan tetapi istilah beauty contest tidak terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999. Pemilihan mitra juga tidak masuk di dalam ruang lingkup Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, karena pemilihan mitra adalah pemilihan calon partner untuk membangun suatu usaha, bukan mengenai pengadaan barang/ jasa. KPPU bukanlah merupakan lembaga yudisial, sehingga tidak dapat memperluas ruang lingkup suatu undangundang. Apabila dikaitkan dengan hukum perseroan, pemilihan mitra dianggap sebagai business judgement yang dapat dilakukan oleh Direksi. Sehingga proses pemilihan mitra melalui beauty contest tidak dapat dianggap sebagai tender yang ada dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Bid rigging is one of the important issues in Competition Law in Indonesia. In the Position Paper Sector Development Commission Against Construction Services noted that roughly 80% of all cases handled by the Commission are bid rigging cases. One of the cases which related to bid rigging is Donggi – Senoro case. In this project, the partner selection process is done by a beauty contest, according to the Commission, the beauty contest is similar to tender which is referred to in Article 22 of Act No. 5, 1999, however, according to various parties, partner selection through the beauty contest is different with tender, which results different point of views between those two. The verdict of the case is contained in the Commission's Decision No. 35/KPPU-I/2010, which is then amplified by the District Court in its Decision Number: 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST. The research method used in this thesis is juridical normative study. The term tender is regulated under Act. 5, 1999, however, the term a beauty contest is not contained in Act No. 5, 1999. In addition, the selection of partners is not also regulated in Article 22 of Act No. 5, 1999, as this selection is meant to select business partner candidates, to build a joint venture, not to provide goods/ services. Commission is not a judicial body, so it cannot widen the scope of the legislation. If the law is associated with the company law, partner selection is considered as a business judgment that can be made by the Board of Directors. So, the partner selection process through a beauty contest cannot be regarded as a tender under Article 22 of Act No. 5, 1999. |