Lembaga plea bargaining dalam sistem peradilan pidana di Indonesia = Plea bargaining in criminal justice system of Indonesia
Sihotang, Daniel Tulus Marulitua;
Surastini Fitriasih, supervisor; Mardjono Reksodiputro, examiner; Topo Santoso, examiner
(Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014)
|
Sistem peradilan pidana merupakan suatu proses yang ditujukan untuk menanggulangi kejahatan melalui proses peradilan yang dilakukan terhadap pelaku tindak pidana. Sistem peradilan pidana diwujudkan melalui suatu ketentuan yang disebut dengan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sejatinya KUHAP ditujukan untuk melindungi hak-hak seorang tersangka dan/atau terdakwa serta mengatur tugas masing-masing dari sub-sub sistem peradilan pidana guna menciptakan suatu keterpaduan sistem peradilan pidana. Namun demikian, implementasi KUHAP masih jauh dari tujuan sebenarnya sehingga berpotensi menimbulkan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak tersangka/terdakwa. Oleh sebab itu perlu adanya suatu pembaharuan terhadap KUHAP. Pembaharuan tersebut diwujudkan dalam Rancangan Kitab Hukum Acara Pidana (R-KUHAP). Dalam R-KUHAP, terdapat nilai-nilai yang diadopsi di negara common law, salah satu dari nilai tersebut adalah lembaga plea bargaining. Akan tetapi R-KUHAP tidak secara mutlak mengadopsi nilai lembaga plea bargaining yang ada di negara common law. R-KUHAP hanya mengambil nilai plea guilty (pengakuan bersalah) yang merupakan salah satu nilai dari lembaga plea bargaining. Kedudukan lembaga plea bargaining (plea guilty) yang diatur dalam R-KUHAP melalui suatu klausul Jalur Khusus terdapat dalam tahap adjudikasi. Diadopsinya lembaga plea bargaining (plea guilty) dalam RKUHAP disebabkan adanya manfaat dari lembaga ini. Salah satu manfaat tersebut terlihat dalam perwujudan suatu peradilan cepat, sederhana dan berbiaya murah dalam implementasi lembaga plea bargaining (plea guilty). Disamping manfaat yang diperoleh, terdapat juga suatu potensi kerugian apabila implementasi dari lembaga plea bargaining (plea guilty) tidak berjalan dengan baik sehingga dapat menyebabkan miscarriage of justice (peradilan sesat). Oleh sebab itu dalam implementasi lembaga plea bargaining (plea guilty) nantinya diperlukan keterpaduan dari 3 (nilai) dasar hukum sebagimana dikemukakan oleh Friedman yaitu substansi hukum (perwujudan peraturan perundang-undangan yang terkait plea bargaining), struktur hukum (keterpaduan antar sub sistem dalam sistem peradilan pidana), dan budaya hukum (kesadaran dari aparat penegak hukum terhadap kewenangan yang dimilikinya) guna mencegah timbulnya miscarriage of justice (peradilan sesat). The criminal justice system is a process that is intended to solve crimes through judicial proceedings conducted against criminal offence. The criminal justice system is realized through a provision called the Criminal Procedure Code (KUHAP). Indeed the Criminal Codeaimed at protecting the rights of accused and/or defendant sand set tasks for each of the sub-systems of criminal justice in order to create an integration of the criminal justice system. However, the implementation of the Criminal Procedure Code is still far from the goal and thus potentially give rise to violations against the rights of accused/defendant. Therefore, the need for a reform of the Criminal Procedure Code. The reform embodied in the draft Criminal Procedure Code (R-KUHAP). In draft Criminal Procedure Code, there are values that are adopted in common law. One of these values is plea bargaining. However ,the draft Criminal Procedure Code does not ultimately adopted the values of plea bargaining that exist in common law. The draft Criminal Procedure Code is only take a guilty plea which is one of the values of the plea bargaining. The position of plea bargaining (plea guilty) is regulated int he draft Criminal Procedure Code through a “Special Track” clause contained in the adjudication stage. Adoption of plea bargaining (guilty plea) in the draft Criminal Procedure Code due tothe benefits of this institution. One of the benefits is seen in the embodiment of a fast, simple and low-cost judicial/trial in implementation of plea bargaining (plea guilty). In addition to the benefits, there is also a potential loss when implementation of the institution of plea bargaining (plea guilty) do not work properly till causing the miscarriage of justice. Therefore, implementation of plea bargaining (plea guilty) will be required integration of three values of law as advanced by Friedman namely substance law (embodiment legislation related plea bargaining), structure law (coherence between sub-system in criminal justice systems), and cultural law ( of consciousness of law enforcement officials the authority to file to prevent the spread of miscarriage of justice. |
T38982-Daniel Tulus Marulitua Sihotang.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T38982 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | unmediated ; computer |
Tipe Carrier : | volume ; online resource |
Deskripsi Fisik : | xiii, 130 pages : illustration ; 28 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T38982 | 15-23-89459675 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20364885 |