ABSTRAK Tesis ini membahas konflik antara kelompok pada pendirian tempatibadah GKI Taman Yasmin, Bogor, Jawa Barat, dengan menggunakan pendekatankualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada konflik tersebut terjadidominasi oleh satu kelompok kepada kelompok lainnya. Keragam otoritas dalammasyarakat, menurut Dafrendorf, yang memungkinkan hal itu terjadi. Merekayang secara jumlah mayoritas menggunakan potensi tersebut sebagai sumberotoritas untuk mengontrol otoritas negara untuk mengikuti keinginan dankepentingannya. Konflik yang terjadi melibatkan kelompok-kelompok lain di luarjemaat GKI Taman Yasmin dengan warga sekitar lokasi gereja (Forkami). HTI,FPI, GARIS, KontraS, dan Komnas Perempuan, misalnya, adalah beberapakelompok kepentingan yang terlibat dalam konflik ini. Pada konflik GKI TamanYasmin, negara sebagai pemegang otoritas penyelenggara negara (PemerintahKota Bogor) juga ”takluk” pada dominasi kelompok tertentu. Kelompok penolakmemiliki alasan menolak pendirian gereja, yaitu karena di wilayah berdirinyagereja adalah mayoritas muslim, serta adanya pemalsuan tanda tangan warga pada15 Januari 2006 yang dilakukan Munir Karta (sebagai Ketua RT) sebagaipersetujuan pendirian gereja. Sebaliknya bagi kelompok pendukung, GKI TamanYasmin dianggap telah memenuhi syarat pendirian gereja, dan berdasarkanputusan Mahkamah Agung (MA), kebijakan Pemkot Bogor membekukan IzinMendirikan Bangunan (IMB) gereja pada tahun 18 Februari 2008 adalah salah.Karena itu, kebijakan Pemkot Bogor yang mencabut IMB secara permanen pada11 Maret 2011 dianggap menyalahi aturan, termasuk menyimpang darirekomendasi wajib Ombudsman Republik Indonesia. Selain itu, pengaturankonflik kepentingan pada pendirian tempat ibadah melalui Pengadilan sebagaipihak ketiga adalah salah satu cara yang perlu dikembangkan sebagai mekanismepengelolaan konflik. ABSTRACT This thesis discuss about inter group conflict on establishment of places of worshipGKI Taman Yasmin in Bogor, West Java, using a qualitative approach. The resultsshowed that conflict occurred because of domination by one group to another group.This is called Authority Diversity in society, according Dafrendorf. The majoritypotentially uses such as the source of authority to control the state authorities tofollow their wishes and interests. Conflicts has involve other groups outside the GKITaman Yasmin and societies around the location of the church (Forkami). HTI, FPI,GARIS, KontraS, and Komnas Perempuan, are some of the interest groups involvedon that conflict. The State as stakeholder of the authority of state officials (CityGovernment) was also "give in" to the group dominance. Repellent groups haverejected the establishment of the church building grounds. This happen because of thechurch will be established in the region of majority of Muslim, and because of thefake signature that do Munir Karta (as the head of neighborhood) on January 15,2006 for the approval of the establishment of the church. The support groups, hadconsidered that GKI Taman Yasmin had eligible to establishment of the church, andaccording the decision of the Supreme Court (MA), Bogor City Government policiesto freeze Building Permit (IMB) of the church on February 18, 2008 is incorrect.Therefore, Bogor City Government policies that permit permanently revoked onMarch 11, 2011 is considered to violate the rules, including mandatory deviate fromthe recommendations of the Ombudsman of the Republic of Indonesia. Furthermore,setting a conflict of interest in the establishment of places of worship by the Court as athird party is one way to be developed as a mechanism of conflict management. |