Dalam jaminan atas tanah, terdapat lembaga khusus yang mengatur ketentuan mengenai jaminan hak atas tanah, yaitu lembaga Hak Tanggungan dan telah diatur dalam suatu perundang - undangan khusus, yaitu Undang - Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996. Adanya lembaga khusus tersebut beserta peraturan yang ada berfungsi untuk melindungi kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan agar mempunyai kedudukan yang kuat. Namun karena semakin tingginya persaingan bank, sehingga bank sudah kurang memperhatikan, tidak mematuhi dan mengikuti lagi peraturan - peraturan yang ada. Untuk meminimalisir biaya yang harus dikeluarkan oleh nasabah selaku debitur dalam proses pemberian kredit, terutama kredit kecil atau kredit mikro, dalam penjaminan hak atas tanah, bank meniadakan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak tanggungan (SKMHT) dan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT). Tesis ini mengangkat pokok permasalahan, seperti bagaimana penjaminan tanah tanpa dibuatnya SKMHT maupun APHT dalam proses perkreditan, serta bagaimanakah penyelesaiannya apabila terdapat kredit macet dengan jaminan tanah yang tidak dibuatkan SKMHT maupun APHT. Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut, tesis ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dimana penelitian dilakukan terhadap hukum positif tertulis dalam suatu perundang - undangan, untuk mengetahui kesesuaian terhadap praktek yang di lapangan mengenai penjaminan tanah dalam proses perkreditan mikro terkait dengan peraturan di dalam Undang - Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996. Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa praktek yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan - ketentuan yang diatur dalam Undang - Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, dengan tidak melaksanakan peraturan yang ada jelas bank tidak memanfaatkan perlindungan yang telah diatur dalam Undang - Undang Hak Tanggungan. Begitu pula mengenai terjadinya kredit macet, bank tentunya kesulitan untuk melakukan pencairan jaminan hak atas tanah, terlebih apabila nasabah tidak lagi kooperatif. Karena belum dibuatnya SKMHT maupun APHT, sehingga tentunya berakibat tidak dapat dilakukan pendaftaran Hak Tanggungan, sehingga secara otomatis tidak terbitnya sertifikat Hak Tanggungan, yang mengakibatkan bank tidak menjadi kreditur preferen. In relation to this, a special institution celled the Mortgage Agency (Lembaga Hak Tanggungan) has been established which is regulated by a special law namely Law Number 4 of 1996 on Mortgage Rights. The main purpose of this institution and related regulations is to protect the creditors as the holder of Mortgage Right, thus giving them a strong legal basis. However, highly intense competition between banks forces them to disregard those regulations. To keep the costs a debtor has to spend to get a loanat a minimum, particularly for small and micro enterprises, when using land as a collateral, some banks no longer issue a Power of Attorney to Charge for the Rights of Land Mortgage (SKMHT) and Deed of Grant of Mortgage (APHT). This thesis analyzes the process of obtaining bank loans which involves the practice of making land mortgages without issuing SKMHT or APHT. This thesis also identifies the bank’s strategies to settle bad loans involving land mortgages made without SKMHT or APHT. To analyze those problems, this thesis applies juridical-normative approach, in which a codified positive law is examined to measure the relevance between the applicable law and the real practice of land mortgage in the loan process with reference to Law Number 4 of 1996 on Mortgage Right. Results show that loan practices are not in compliance with the regulations stated in Law Number 4 of 1996 on Mortgage Rights. By not abiding to the applicable law, the bank denies itself the protection provided by the Mortgage Right Law. If bad loans do occur, which requires them to apply for Mortgage Rights first, especially when the debtor is no longer cooperative. The absence of both SKMHT and APHT prevents the bank from appliying the Mortgage Rights, which effectively prevents them from obtaining the Mortgage Right certificate. This will certainly risk the bank’s reputation as a credible creditor. |