:: UI - Tesis Open :: Kembali

UI - Tesis Open :: Kembali

Studi pembiayaan pengelolaan Taman Nasional di Indonesia = Study on financing of National Park Management in Indonesia

Nining Ngudi Purnamaningtyas; Jatna Suprijatna, supervisor; Samedi, supervisor; Sihite, Jamartin H.S., examiner (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010)

 Abstrak

Taman Nasional merupakan salah satu tipe kawasan konservasi yang telah di bangun di Indonesia dan merupakan satu-satunya kawasan yang telah dikelola secara khusus oleh unit pengelola tersendiri di bawah Kementerian Kehutanan. Pengelolaan kawasan didukung oleh Pemerintah Pusat baik dari segi anggaran maupun sumber daya manusia. Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang berbeda, antara lain sebagai mitra pengelolaan dan penerima manfaat. Pengelolaan taman nasional secara efektif memerlukan ketersediaan dana yang cukup. Data yang ada menunjukkan adanya selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan pendanaan untuk pengelolaan kawasan konservasi yang sampai saat ini sebagian besar masih ditanggung oleh pemerintah pusat. Kekurangan ketersediaan pendanaan pemerintah tersebut telah memicu pencarian alternatif pendanaan dari sumber-sumber lain. Penghapusan utang (DNS) merupakan salah satu alternatif yang memperoleh banyak dukungan pemerintah dan berbagai organisasi sejak dimulainya program tersebut pada tahun 1981. DNS juga merupakan salah satu alternatif pendanaan yang dianggap berhasil dan terus dikembangkan untuk pendukung pelaksanaan kegiatan konservasi.
Memperhatikan tuntutan terhadap efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dan keterbatasan sumberdaya yang dapat disediakan oleh Pemrintah, maka pengukuran efektivitas pengelolaan Taman Nasional menjadi salah satu hal yang penting untuk dilakukan. Studi dilakukan dengan menggunakan metode Management Effectiveness Tracking Tool (METT) dengan analisa yang ditujukan terhadap substansi/kontek, perencanaan, input, proses, keluaran dan dampak. Analisa juga ditujukan untuk menunjukan korelasi efektivitas dengan ketersediaan anggaran dan sumber daya manusia sebagai input utama dalam pencapaian efektivitas pengelolan taman nasional.
Penilaian menunjukkan bahwa TN Gunung Gede Pangrango memiliki rasio jumlah staff terhadap kawasan paling tinggi, yaitu 6 orang per luas 1000 ha dan telah menyediakan anggaran $ 63.36/ha dengan alokasi untuk kegiatan yang bersifat intervensi sebesar 60%. Dukungan sumberdaya manusia dan anggaran di TN Gunung Gede Pangrango relatif lebih tinggi dibanding dengan taman nasional lain. Kondisi tersebut didukung dengan distribusi staf dan alokasi kegiatan yang bersifat intervensi terhadap habitat, biodiversitas habitat, pengembangan masyarakat dan pemanfaatan taman nasional telah membuat TN Gunung Gede Pangrango dikelola paling efektif.
Di sisi lain, TN Way Kambas yang menghadapi tekanan paling tinggi akibat perambahan, perburuan, dan lain-lain telah mengalokasikan anggaran paling besar untuk pengamanan kawasan. Kegiatan lain yang bersifat pemanfaatan bagi masyarakat sekitar dan pelibatan pemangku kepentingan lain kurang terlalu diakomodir dalam alokasi pendanaan dengan jumlah staff yang kurang memadai. Strategi tersebut telah membuat pengelolaan TN Way Kambas kurang efektif, walau pendanaan ditingkatkan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa efektivitas tidak hanya didukung dengan jumlah dana, namun juga di dukung oleh kegiatan yang strategis yang dapat memberikan kontribusi manfaat langsung terhadap ekonomi masyarakat.
Peningkatan penyediaan anggaran Ditjen PHKA dari Rp. 441 milyar pada tahun 2006 menjadi Rp 731 milyar tahun 2009 telah membatu meningkatkan pendanaan terhadap taman nasional dari US$ 2.35 per ha menjadi US$ 3.19 di tahun 2009. Secara total, nilai tersebut juga telah mengurangi adanya selisih antara kebutuhan dengan ketersediaan dana sebesar US$ 81,94 juta. Analisa lebih lanjut menunjukkan bahwa skema peghapusan utang (DNS) menjadi salah satu opsi untuk mengisi selisih pendanaan tersebut. Total utang pemerintah Indonesia yang harus dibayar pada tahun 2010 adalah US$ 180,834 juta. Nilai utang tersebut termasuk yang berasal dari program ODA yang harus dibayar melalui skema bilateral sebesar US$ 32,932 juta dan US$ 24,824 melalui skema multilateral.
Bilateral merupakan cara yang paling sering digunakan dalam proses persetujuan DNS. Proses tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan manfaat bagi para pihak, kepentingan debitor, aturan dan ketentuan setiap kreditor. Sebagian besar program DNS ditujukan untuk pendidikan, kesehatan dan program lingkungan hidup. Dua program DNS yang telah disepakati adalah DNS III-Green program dengan pemerintah Jerman dan TFCA Sumatera dengan Pemerintah Amerika Serikat. Beberapa isu yang muncul dalam pelaksanaan DNS adalah mekanisme pembayaran dan transparansi serta keterlibatan pemangkukepentingan lain. Mekanisme reimbursement untuk pelaksanaan program DNS III dilakukan dengan menyediakkan anggaran kegiatan dalam anggaran kementerian teknis pelaksana setiap tahun. Sedangkan TFCA menggunakan mekanisme trust-fund untuk penyediaan dan pembayaran dana sehingga memungkinkan untuk melibatkan banyak pihak lain dalam pelaksanaan kegiatannya.
Belajar dari berbagai program penghapusan utang yang telah dan sedang berjalan, maka beberapa isu yang disampaikan di atas perlu dipertimbangkan dalam pengembangan program DNS selanjutnya. Selain itu pengelolaan kegiatan DNS yang efektif akan membantu meningkatkan kepercayaan dan peluang untuk mengembangkan prospek program selanjutnya.

National Park is one of the many types of protected areas established in Indonesia. It is the only protected area category which has been fully managed by national park implementing unit (authority) under the Ministry of Forestry. The management included budget and human resources was set up by central government while local government has different roles, which are as a partner and beneficaries. Effective management of protected areas requires sufficient funding as the main input for the management. It is well documented, however, that there have been obvious shortage of funding for the management of protected areas in Indonesia, which rely heavily on government budget. Due to this shortage funding availability from the government, many organizations have been trying to find new alternative ways of funding. Debt for nature swap (DNS) is one alternative that has gained many supporters since the inception in 1981 either from government, non government organization (NGO)s or even private sectors. It has been one of the most successful funding opportunity created to date and many donors have used it in many ways by giving more allocated funds to be swaped.
Due to to growing concerns over the global obligation to effectively managed protected areas and the limited resources of the government to meet the obligation, it is important to assess how the national parks in Indonesia have been financed and staffed to the endeavour to achieve the management effectiveness. This study using the existing developed criterias such as Management Effectiveness Tracking Tool (METT) to show the differences of the analyzed substances or contex, planning, input, process, output and outcome. Analysis were also done to correlate the effectiveness measurement with financial and human resources provision.
These two variables were used as the most important inputs contributing to the effectiveness of the national park?s management. The assessment showed that the ratio between rangers and its forest was six per 1,000 ha in Gunung Gede Pangrango is highest. The measurement on the highest allocated budget among those seven national parks were Gunung Gede Pangrango National Park ($63.36/ha) which more than 60% allocated for management activities of the park. It was obvious that the inputs, in term of budget and human resources for Gunung Gede Pangrango NP were much higher among other national park. It was also support by higher distribution staff and activities on the intervention on habitat, biodiversity, community development and utilization of national park become better startegic to acheived the highes effectiveness management in Gunung Gede National Park.
On the other side, Way Kambas National Park which had the highest threat from encroachment, poaching and others, have been allocated most of the fund in mitigating the threats and none in others related to the direct benefits of community surrounded the park. In regard to the limitation of number of personnel, strategic activities to involve other resource in dealing the threat is not well addressed. The condition lead into less effectiveness of management the national park eventhough the total budget provided is increased. Total amount of budget has strongly correlates with management effectiveness. However to improve the effectiveness in managing national park, it should improve other strategic activities on sharing benefit and community development instead of only focussing on the reducing/mitigating threat.
Considering the increasing of budget providing by Government from Rp. 441 bilion in 2006 to Rp 731 bilion in 2009, it has been contributed the increasing financing for national park from US$ 2.35 per ha in 2006 became US$ 3.19 per ha in 2009. In totally, it was also reduced the gap of financed alocated up to US$ 81,94 milion which faced on 2006. Further analysis revealed that debt swap for nature (DNS) scheme would be one of the best sources to fill the financial gap for the protected areas management. The total debt Indonesia should be pay on 2010 is US$ 180,834 milion. Under the ODA scheme, the debt amount should be pay under the bilateral scheme is US$ 32,932 milion and US$ 24,824 through the multilateral scheme.
In term of negotiation, bilateral (between states) is the most common process to deal with DNS program with special attention to the balancing benefit for all stakeholder, preference of debitor, role and regulation of each creditor. Mostly the swap creditor prefers to work on the education, health and environment programs. Two programs have been agreed for nature, namely Germany-DNS III green program and US Government-TFCA (Tropical Forest Conservation Action)-Sumatera. There are also issues and challenges in term of implementation of DNS especially on the payment and disbursement mechanism, transparancy and other stakeholder involvement. Inserted into the government budget with the reimbursement system applied for German-DNS and trust-fund mechanism applied for TFCA. Higher stakeholder involvement is highly consider in TFCA implementation.
Learning from the past and on going debt swap programs, some issues mentioned above will need to be taken into consideration as well as improving the trust and efective management of the DNS program to enlarge the impact on the program and prospective for other future agreement.

 File Digital: 1

 Metadata

No. Panggil : T40828
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xxiv, 74 pages : illustration ; 30 cm. + Appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T40828 15-19-632891801 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20376125