Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Asas itikad baik dalam suatu perjanjian dikenal sejak masa hukum Romawi, dan terus berkembang hingga masa modern dan telah dicantumkan ke dalam berbagai unifikasi hukum perjanjian. Asas itikad baik berperan sebagai pemberi batasan dalam asas kebebasan berkontrak dan menjaga terlaksananya norma-norma keadilan dan kepatutan. Itikad baik harus tercermin dalam setiap tahapan perjanjian, mulai dari pembentukan, pelaksanaan, hingga pengakhiran perjanjian. Asas itikad baik berperan penting untuk menjaga perjanjian agar tetap berlangsung sesuai ketentuan yang telah disepakati dan sebagai jembatan atas permasalahan-permasalahan dalam perjanjian yang semakin berkembang. Dalam perkembangannya, asas itikad baik menjadikan asas kebebasan berkontrak saat ini bukanlah lagi kebebasan tanpa batas, melainkan menjadi paradigma kebebasan berkepatutan. Asas itikad baik memiliki kekuatan hukum dengan memberikan Hakim kekuatan untuk melakukan campur tangan ke dalam suatu perjanjian, bilamana perjanjian tersebut telah melanggar itikad baik. Dalam hal ini diperlukan pula tinjauan terhadap unsur-unsur yang menentukan bagaimana suatu asas itikad baik telah dilanggar. Di Indonesia, pengaturan itikad baik terdapat pada pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, namun, pengaturannya dalam KUH Perdata Indonesia masih sangat terbatas sehingga menimbulkan ketidakpastian. Selain di Indonesia, Itikad baik pun telah diakui sebagai hukum kebiasaan internasional yang terbukti dengan diakuinya asas itikad baik dalam Prinsip Hukum Kontrak Eropa dan Prinsip-Prinsip Kontrak Komersial Internasional UNIDROIT. Sehingga dalam hal ini, diperlukan suatu tinjauan perbandingan hukum terhadap asas itikad baik menurut Prinsip Hukum Kontrak Eropa dan Prinsip Kontrak Komersial Internasional UNIDROIT. The principle of good faith is a well known principle in contract law. The principle of good faith in an agreement has been acknowledge since the era of Roman law and continue to evolve into modern law to be included in a variety of contractual clause. The principle of good faith take the role to constraints the principle of “freedom of contract” to be shifted towards the “appropriate freedom”. Good faith principle should be reflected in every stage of the agreement, ranging from the establishment, implementation, until the termination of the agreement. The principle of good faith plays an important role to keep the agreement in order, and nowadays has given the judge a power to intervene into a contract. In Indonesia, good faith principle set in article 1338 subsection (3) of the Indonesian Civil Code, however, the regulation of this principle in the Indonesia is still very limited which lead to uncertainty. Good faith principle has also been recognized as customary international law, which proven by its recognition in the Principles of European Contract Law and the UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts. Thus, in this case, there need an analysis of comparative law on the good faith principle in the Indonesian Civil Code, Principles of European Contract Law and the UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts. |