ABSTRAK Pendahuluan: Pembesaran Prostat Jinak merupakan salah satu penyakit yangumum ditemukan pada pria lanjut usia, berakibat pada pembesaran prostat, obstruksi muara buli dan gejala saluran kemih bawah. Namun gejala dan obstruksi yang terjadi tidak seluruhnya bergantung pada ukuran prostat. Protrusi prostat intravesika telah ditemukan berkorelasi dengan obstruksi buli. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai hubungan antara protrusi prostat intravesika, prostat specific antigen, dan volume prostat, serta mana dari ketiganya yang merupakan prediktor terbaik untuk menunjukkan adanya obstruksi muara buli yang disebabkan oleh pembesaran prostat jinak.Metode: Sebuah studi prospektif pada 118 pasien pria diperiksa antara Januari 2012 sampai Juli 2012. Pasien pria berusia lebih dari 40 tahun yang datang dengan LUTS dan dicurigai menderita BPH dipilih untuk mengikuti studi. Mereka dievaluasi dengan digital rectal examination (DRE), International Prostate Symptoms Score (IPSS), serum total PSA, uroflowmetri, pengukuran urin residu postvoid, Intravesical Protrusion Prostate (IPP) dan Prostate Volume (PV), menggunakan USG transabdominal.Hasil: PV, IPP dan PSA menunjukkan korelasi paralel. Ketiga indikator menunjukkan korelasi yang baik dalam mendeteksi obstruksi muara buli yang disebabkan oleh pembesaran prostat jinak. Analisis statistik menggunakan tes Chi square dan Spearman?s Rank correlation test. Kurva Receiver Operator Characteristic (ROC) digunakan untuk membandingkan korelasi PSA, PV dan IPP dengan BOO. Angka rerata PSA ditemukan lebih tinggi signifikan pada pasien yang mengalami obstruksi (8.6 ng/mL;0.76-130) dibandingkan dengan yang tidak mengalami obstruksi (6.44 ng/ml;1.0-40.6). Angka rerata volume protat juga ditemukan lebih tinggi pada pasien dengan obstruksi (50.33 mL±24.34) dibandingkan yang tidak mengalami obstruksi (50.33 mL ±24.34). Angka rerata IPP juga ditemukan lebih tinggi signifikan pada pasien obstruksi (7.29±2.78) dibandingkan dengan yang tidak mengalami obstruksi (6.59±2.93). Koefisien korelasi rho spearman adalah 0.617, 0.721 dan 0.797 untuk PSA, PV, dan IPP.Dengan menggunakan kurva karakteristik receiver-operator, daerah di bawah kurva ditempat secara berturut-turut oleh PSA, PV, dan IPP yaitu 0.509, 0.562, dan 0.602. Nilai prediktif positif dari PV, PSA dan IPP adalah 59.7%, 55.6%, dan 60.2%. Menggunakan model regresi nominal, IPP tetap menjadi indeks independen utama untuk menentukan BOO yang disebabkan oleh pembesaran prostat jinak. Kesimpulan: Prostat Specific Antigen, Prosat Volume dan Intravesical Prostatic Protrusion diukur dengan menggunakan ultrasonografi transabdominal, merupakan metode yang noninvasif dan mudah didapat yang sangat berkorelasi dengan obstruksi muara buli (bladder outlet obstruction/BOO) pada pasien dengan pembesaran prostat jinak, dan korelasi IPP lebih kuat dibandingkan PSA dan PV.Ketiga indikator non invasif ini berkorelasi satu dengan lainnya. Studi ini menunjukkan bahwa IPP merupakan prediktor yang lebih baik untuk BOOdibandingkan PSA atau PV. ABSTRAK Introduction: Benign prostatic hyperplasia (BPH) is one of the most common diseases in elderly men. Benign prostatic hyperplasia may lead to prostatic enlargement, bladder outlet obstruction (BOO) and lower urinary tract symptoms (LUTS). But the symptoms and obstruction do not entirely depend on the size of prostate. In contrast, intravesical prostatic protrusion (IPP) has been found to correlate with BOO. This study will define the relationship between intravesical prostatic protrusion (IPP), prostate specific antigen (PSA) and prostate volume (PV) and also determine which one of them is the best predictor of bladder outlet obstruction (BOO) due to benign prostatic enlargement.Method: A prospective study of 118 male patients examined between Januari 2012 until July 2012 was performed. Male patients aged more than 40 yearspresenting with LUTS and suggestive of BPH were selected for the study. They were evaluated with digital rectal examination (DRE), International Prostate Symptoms Score (IPSS), serum total PSA, uroflowmetry, postvoid residual urine measurement, Intravesical Protrusion Prostate (IPP) and Prostate Volume (PV) using transabdominal ultrasound.Results: PV, IPP and PSA showed parallel correlation. Although all three indices had good correlation in detecting bladder outlet obstruction caused by benign prostate hyperplasia. Statistical analysis included Chi square test and Spearman?s Rank correlation test. Receiver Operator Characteristic (ROC) curves were used to compare the correlation of PSA, PV and IPP with BOO. Mean prostate specific antigen was significantly higher in obstructed patients (8.6 ng/mL; 0.76-130) compared to non-obstructed patients (6.44 ng/mL; 1.0-40.6). Mean prostatevolume was significantly larger in obstructed patients (50.33 mL ± 24.34) compared to non-obstructed patients (45.39 mL ± 23.43). Mean IPP was significantly greater in obstructed patients (7.29 ± 2.78) compared to nonobstructed patients (6.59 ± 2.93). The Spearman rho correlation coefficients were 0.617, 0.721 and 0.797 for PSA, PV and IPP, respectively. Using receiveroperator characteristic curves, the areas under the curve for PSA, PV and IPP were 0.509, 0.562 and 0.602, respectively. The positive predictive values of PV, PSA and IPP were 59.7%, 55.6% and 60.2%, respectively. Using a nominalregression model, IPP remained the most significant independent index to determine BOO caused by benign prostate hyperplasia. Conclusion: Prostate Specific Antigen, Prostate volume & intravesical prostatic protrusion measured through transabdominal ultrasonography are noninvasive and accessible method that significantly correlates with bladder outlet obstruction in patients with benign prostatic hyperplasia and the correlation of IPP is much more stronger than PSA and PV. All three non-invasive indices correlate with one another. The study showed that IPP is a better predictor for BOO than PSA or PV. |