:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyidik direktorat tindak pidana korupsi mabes POLRI dalam menelusuri aset tersangka tindak pidana korupsi sehingga dapat mengembalikan kerugian negara secara optimal = Factors affecting performance directorate of corruption investigator police headquarters asset tracing suspect in corruption so can restore optimal state loss

Raden Brotoseno; Tb. Ronny Rahman Nitibaskara, supervisor; Koesparmono Irsan, supervisor (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015)

 Abstrak

Dampak globalisasi telah menimbulkan konsekuensi logis terhadap berkembangnya kuantitas dan kualitas berbagai kejahatan, tidak terkecuali pada perspektif tindak pidana korupsi yang semakin menjadi perhatian dunia karena dampaknya yang sangat merugikan negara. Pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di Indonesia dewasa ini mengalami berbagai kendala yang cukup kompleks. Berbagai upaya implementasi strategi pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme telah dilaksanakan, walaupun tidak optimal. Demikian halnya dengan pembentukan berbagai peraturan perundangan dan komisi pemberantasan KKN. Namun tingkat KKN, khususnya korupsi di Indonesia tidak juga mengalami perubahan berarti.
Korupsi sudah menjadi wabah penyakit yang menular di setiap aparat negara dari tingkat yang paling rendah hingga tingkatan yang paling tinggi. Dengan demikian diperlukan upaya yang lebih komprehensif dan holistik untuk melakukan gerakan anti-korupsi pada berbagai tingkatan. Tingginya kerugian negara sebagai salah satu dampak korupsi, menjadikan konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi saat ini lebih berorientasi kepada upaya pengembalian kerugian keuangan negara. Konsekuensinya, pemberantasan korupsi tidak semata-mata bertujuan agar koruptor dijatuhi pidana penjara (detterence effect), tetapi harus juga dapat mengembalikan kerugian negara yang telah dikorupsi. Sehingga unsur kerugian negara menjadi unsur essensial dari tindak pidana korupsi pada berbagai peraturan perundang-undangan.
Maksud pengembalian kerugian negara kemudian diakomodir dalam Pasal 38 B ayat (2) Undang-Undang No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi : “Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk negara”. Dalam Undang-Undang ini juga terdapat penerapan sistem “pembuktian terbalik” untuk mendukung upaya pengembalian kerugian negara.

The impact of globalization has led to a logical consequence of the development of the quantity and quality of various crimes, not least in the perspective of corruption is increasingly becoming the world's attention because of its effects are extremely detrimental to the state. Eradication of corruption, collusion and nepotism (KKN) in Indonesia today, difficulties are quite complex. Various efforts to implement strategies to eradicate corruption, collusion and nepotism have been carried out, although not optimal. Similarly, with the establishment of various laws and combating corruption commission. But the level of corruption, especially corruption in Indonesia is not too significant change.
Corruption has become an outbreak of infectious disease in every state apparatus from the lowest level to the highest level. Thus more efforts are required to undertake a comprehensive and holistic anti-corruption movement at various levels. The high losses to the state as one of the effects of corruption, making the context of law enforcement corruption is now more oriented to the effort to re-state losses. Consequently, the eradication of corruption is not solely intended for criminals sentenced to prison (detterence effect), but must also be able to restore the losses that have been corrupted. So that the state's losses become essential elements of the crime of corruption in various legislations.
Purpose state indemnification then accommodated in Article 38 B (2) of Law No. 20 of 2001 on the Amendment of Act No. 31 of 1999 on Corruption Eradication, which reads: "In case the defendant can not prove that the property referred to in paragraph (1) is obtained not because of corruption, such assets are considered acquired also of corruption and judges the authority to decide all or part of the property seized for the state ". In this Act also contained system implementation "of proof" to support the efforts of the state indemnification.

 File Digital: 1

Shelf
 T-Raden Brotoseno.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik : xiv, 123 hlm. : ill. ; 28 cm. +lamp.
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-22-77273304 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20404122