|
Reformasi bidang sosial politik itu memnculkan juga sikap anomali sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada tingkat masyarakat, eforia reformasi meletupkan sikap saling tidak percaya antara suatu kelompok masyarakat dan kelompok masyarakat yang lain, antara masyarakat dan institusi tertentu, antara masyarakat dan pemerintah, antara masyarakat dan implementasi konstitusi: undang-undang, hukum, peraturan, ketetapan, dan norma sosial. Akibatnya, begitu mudah masyarakat melakukan aksi demonstrasi, yang hampir pasti disertai tindakan anarkis, kerika keinginan atau aspirasinya tidak ditanggapi oleh pihak tertentu. Pada tingkatan pemimpin, baik formal maupun informal, lebih tampak mental dan perilaku berkuasa daripada melayani kepentingan komunitas bangsa. Kepemimpinan sudah terlepas dari konteks moral karena pemimpin masih melekaktkan diri pada konsep 'daulat pemimpin di atas daulat yang dipimpin'. Kepemimpinan dialogal dibangun di atas fondasi humanistik, etika, dan moral, serta demokrasi dan solidaritas sosial. Jika tidak ada syarat kepemimpinan itu, maka tidak ada hubungan dialogal antara pemimpin dan yang dipimpin. Jika tidak ada hubungan dialogal, maka sulit membangun masyarakat mutual trust karena tidak ada kesantunan publik, tidak ada kecerdasan inklusif, tidak ada kejujuran hidup, dan tidak ada keadilan sosial. Membangun masyarakat mutual trust berarti membangun kultur persaudaraan kesebangsaan yang sejati. |
