[ABSTRACT Land and forest fires are complex problems that occurred in the province of Riauevery year. The trigger factors comes from natural and human activities. Thisresearch uses a variable hotspots as an indication of land and forest fires producedby the satellite sensors NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration)due to the temperature rise above 315 °K or 42° C on an area of 1 km2. The densityof hotspots are scattered throughout the province of Riau 2005 to 2014 analyzedusing Kernel Density calculations. The result patterns of spatial density of hotspotsconcentrated in Dumai, Rokan Hilir, Bengkalis and Pelalawan. While the timepattern showed the highest number of hotspots for 10 years occurred in June untilAugust. Then the distribution of the density of hotspots related with the factors thattrigger fires such as monthly rainfall, distribution and depth of the peatland and thetype of land use. The analysis showed the highest number of hotspots spread out onan area with a low monthly precipitation is 50-150 mm / month and on peatlandswith a depth of more than 4 meters (very deep) as well as on the type of plantationland use, wetlands secondary forest and shrubs. Furthermore, the determination ofthreshold no rain day due to the hotspots appearance obtained through bufferingtechnique as far as 10 km from rain gauge stations every day during the month ofJune to August. Analysis on each occurrence of hotspots is also associated with thedepth of peat and types of land use to determine the characteristics of each bufferarea, the result of the threshold of no rainy days in relation to the hotspot appearancein Riau Province is 3 days. ABSTRAK Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi diProvinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitasmanusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagaiindikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelitNOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhudi atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruhProvinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatanhotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis danPelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyakselama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebarankepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaranyakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaanlahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayahdengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambutdengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaanlahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnyapenentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspotsdiperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatanhujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiapkemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenispenggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnyaambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riauadalah 3 hari.;Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi diProvinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitasmanusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagaiindikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelitNOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhudi atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruhProvinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatanhotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis danPelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyakselama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebarankepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaranyakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaanlahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayahdengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambutdengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaanlahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnyapenentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspotsdiperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatanhujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiapkemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenispenggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnyaambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riauadalah 3 hari.;Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi diProvinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitasmanusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagaiindikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelitNOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhudi atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruhProvinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatanhotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis danPelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyakselama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebarankepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaranyakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaanlahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayahdengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambutdengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaanlahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnyapenentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspotsdiperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatanhujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiapkemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenispenggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnyaambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riauadalah 3 hari.;Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi diProvinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitasmanusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagaiindikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelitNOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhudi atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruhProvinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatanhotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis danPelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyakselama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebarankepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaranyakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaanlahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayahdengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambutdengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaanlahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnyapenentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspotsdiperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatanhujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiapkemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenispenggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnyaambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riauadalah 3 hari.;Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi diProvinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitasmanusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagaiindikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelitNOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhudi atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruhProvinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatanhotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis danPelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyakselama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebarankepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaranyakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaanlahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayahdengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambutdengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaanlahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnyapenentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspotsdiperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatanhujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiapkemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenispenggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnyaambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riauadalah 3 hari.;Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi diProvinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitasmanusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagaiindikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelitNOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhudi atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruhProvinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatanhotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis danPelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyakselama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebarankepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaranyakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaanlahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayahdengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambutdengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaanlahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnyapenentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspotsdiperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatanhujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiapkemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenispenggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnyaambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riauadalah 3 hari., Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi diProvinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitasmanusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagaiindikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelitNOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhudi atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruhProvinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatanhotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis danPelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyakselama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebarankepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaranyakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaanlahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayahdengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambutdengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaanlahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnyapenentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspotsdiperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatanhujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiapkemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenispenggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnyaambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riauadalah 3 hari.] |