ABSTRAKKelelahan pada pengemudi taksi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Selain itu juga dapat menurunkan produktivitas kerja. Berdasarkan data kehadiran pengemudi di perusahaan taksi ?X? di Jakarta, dapat dilihat bahwa angka absensi bulan Mei 2015 sebesar 17,5%.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan derajat kelelahan dan selisih rerata waktu reaksi dengan jadwal hari kerja pada pengemudi taksi beserta faktor risiko individu (umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, IMT, ukuran lingkar pinggang) dan faktor risiko pekerjaan (shift kerja, masa kerja, lama kerja, lama istirahat, dan jumlah kilometer).Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2015 di perusahaan taksi ?X? di Jakarta dengan jumlah responden 93 orang. Derajat kelelahan diukur menggunakan KAUPK2, sedangkan selisih rerata waktu reaksi didapatkan dari penghitungan rerata waktu reaksi setelah mengemudi dikurangi rerata waktu reaksi sebelum mengemudi. Responden yang dianalisis mengenai selisih rerata waktu reaksinya adalah pengemudi yang derajat kelelahannya termasuk dalam kategori ?tidak lelah?. Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan menggunakan desain penelitian potong lintang komparatif.Sebagian besar derajat kelelahan pengemudi taksi termasuk kategori ?tidak lelah? (91,2%) dan tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jadwal kerja terhadap kelelahan kerja. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kelelahan kerja antara pengemudi jadwal 2-1 dan jadwal 3-1. Secara statistik dari 93 responden yang derajat kelelahannya termasuk dalam kategori ?tidak lelah?. ternyata 46 orang (49,5%) mengalami pemanjangan selisih rerata waktu reaksi. Titik potong data selisih rerata waktu reaksi dari 93 responden didapatkan dari penghitungan persentil 50, diperoleh angka 43,79 ms. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pemanjangan selisih rerata waktu reaksi dengan nilai titik potong 43,79 ms pada hampir sebagian besar pengemudi yang secara subyektif tidak merasakan kelelahan. Hal ini juga terlihat dari adanya selisih rerata waktu reaksi yang bermakna antara pengukuran waktu reaksi sebelum dan setelah mengemudi. ABSTRACTFatigue condition on taxi driver can cause traffic accident. It also lowered work productivity. Based on May 2015 absenteeism data of ?X? taxi company in Jakarta, there was 17,5% drivers were absent on duty. This research aims to compare fatigue degrees and the difference of average reaction time between driver?s schedule 2-1 and 3-1 on taxi drivers with the following individual risk factors (age, smoking, sport, BMI, and waist circumference) and working risk factors ( shift of work, length term of work, duration of driving on duty, duration of rest on duty, and length of kilometer on duty).This research was held in one of taxi?s company in Jakarta on September 2015 with 93 respondents. Fatigue degrees was measured by KAUPK2 and the difference of average reaction time was calculated by subtraction between before and after driving mean reaction time. The difference of average reaction time analysis was made only for the drivers who was in ?not tired? category based on fatigue degrees. It is an analytic observational study with comparative cross sectional method.Most of the taxi drivers (92,1%) were in ?not tired? fatigue degree and there was no statistically association between taxi driver?s schedule and fatigue condition. So, it was no difference fatigue condition between drivers with 2-1 and 3-1 schedule. Statistically there was 49,5% drivers who was in ?not tired? category but did have lengthening in the difference of average reaction time. The difference of average reaction time?s cut off point was made by percentiles 50 which result was 43,79 ms. The conclusion is there was a lengthening in the difference of average reaction time with 43,79 ms cut off point among subjectively ?not tired? drivers. It also reflected on there was statistically association between the difference before and after driving mean reaction time. |