Latar Belakang : Proses implantasi yang berlangsung dengan baik akan mencegah risiko untuk terjadinya komplikasi dalam kehamilan seperti keguguran. Wilcox, et al., (1988) meneliti dari 221 perempuan sehat yang telah melalui 707 kali siklus menstruasi, ternyata didapatkan 31 % kejadian keguguran berlangsung setelah implantasi. Menurut Thellin et al., (2000) terdapat 10 fenomena pada sistem imun maternal yang dapat menyebabkan terjadinya toleransi allograft pada janin. Salah satu fenomena yang dirasakan cukup penting adalah adanya peran hormon progesteron dalam mekanisme imunomodulasi sistem imun maternal, dalam rangka menjaga toleransi maternal terhadap antigen janin. Pemberian didrogesteron secara oral mampu menginduksi efek progesteron dengan sangat baik, dengan efek pada endometrium yang identik dengan pemberian progesteron (Ulcery et al., 1963).Perkembangan plasenta lebih awal dapat diketahui dengan cara mengukur faktor pertumbuhan plasenta atau Placental growth factor (PlGF) melalui darah ibu sejak kehamilan trimester pertama sebagai indikator proses pembentukan plasenta (Ong et al., 2001). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suplementasi didrogesteron terhadap perkembangan plasenta dalam kehamilan dengan mengukur kadar PlGF-nya. Metode : Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda (Randomized controlled Clinical Trial) yang dilaksanakan di Poliklinik Ante Natal Care (ANC) di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA), Banda Aceh terhadap semua wanita hamil trimester pertama yang menjalani pemeriksaan ANC di RSUZA. Pengambilan sampel secara nonprobability sampling dengan consecutive sampling. Análisis data dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat antara pemberian suplementasi didrogesteron dan kadar PlGF dengan menggunakan program SPSS 17. Analisis data untuk informasi analitik komparatif numerik tidak berpasangan dua kelompok yaitu Group A : dengan hasil berupa kadar PlGF pada subyek hamil yang diberikan progesteron dan Group B : dengan hasil berupa kadar PlGF pada pasien hamil yang diberikan plasebo. Bila salah satu dari kelompok tersebut ada yang sebaran datanya tidak normal maka uji statistik yang dilakukan adalah Mann-Whitney. Bila kedua kelompok memiliki sebaran data yang normal maka akan dilanjutkan pada identifikasi varian antar kelompok. Apabila varian sama ( nilai p pada uji varian > 0,05) maka uji statistik yang akan digunakan adalah uji t tidak berpasangan untuk varian yang sama. Apabila variannya tidak sama (nilai p pada uji varian < 0,05) maka uji statistik yang digunakan adalah uji t tidak berpasangan untuk varian yang tidak sama. Pada penelitian ini seluruh data sebaran datanya adalah normal sehingga dilanjutkan dengan menggunakan uji t-test tidak berpasangan karena memiliki varian yang sama (nilai p pada uji varian > 0,05). Hasil : Hasil Penelitian didapatkan seluruh data penelitian terdistribusi normal dan dengan menggunakan uji t tidak berpasangan pada 40 subjek yang mengikuti sampai akhir periode, 20 orang pada Group A yaitu subyek hamil yang diberikan progesteron dan Group B yaitu pasien hamil yang diberikan plasebo didapatkan hasil dengan perbedaan yang sangat bermakna. Berdasarkan Uji Kolmogorov Smirnov untuk n=20 dan α=5% maka semua data tersebut di atas terdistribusi normal. Rerata kadar PlGF pada kedua kelompok sebelum mendapatkan intervensi tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0.091 atau p > 0.05), di mana pada kelompok yang menerima asam folat saja adalah 40.80 pg/mL sementara pada kelompok yang akan menerima asam folat dan didrogesteron adalah 25.95 pg/mL. Rerata kadar PlGF pada kelompok asam folat pasca pemberian asam folat saja selama 4 minggu adalah 89,60 pg/mL, yang berarti terjadi peningkatan rerata sebesar 48.8 pg/mL. Hasil uji t berpasangan terhadap kadar PlGF pada populasi sebelum dan sesudah diberi asam folat menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0.000 atau p< 0.05). Rerata kadar PlGF pada kelompok didrogesteron + asam folat pasca pemberian didrogesteron + asam folat selama 4 minggu adalah 212.15 pg/mL, yang berarti terjadi peningkatan rerata sebesar 186.20 pg/mL. Hasil uji t berpasangan terhadap kadar PlGF pada populasi sebelum dan sesudah diberikan didrogesteron + asam folat menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0.000 atau p < 0.05). Berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov untuk n=20 dan =5% dalam perbandingan selisih peningkatan pada kedua kelompok seperti pada data tersebut di atas maka rerata selisih kadar PLGF terdistribusi normal. Rerata selisih kadar PLGF berdasarkan umur pada kelompok Asam Folat adalah 48,80 dan pada kelompok asam folat + didrogesteron adalah 186,20. Hasil uji t tidak berpasangan terhadap kedua kelompok menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan asam folat + didrogesteron mengalami peningkatan kadar PlGF yang bermakna (p = 0.000 atau p <0,05) dibandingkan dengan kelompok yang hanya mendapatkan asam folat saja. Efek samping obat dari penelitian ini berupa mual sebesar 2/20 (10%) pada asam folat + didrogesteron versus 1/20 (5%) pada kelompok asam folat dengan nilai p = 0.35 (p > 0.05) yang tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan : Pemberian didrogesteron dapat memicu peningkatan kadar PlGF pada wanita hamil normal secara bermakna. Background: The process of implantation that lasted well will prevent the risk for the occurrence of complication in pregnancy such as as miscarriage.Wilcox, et al., (1988 ) examines of 221 healthy women who has been through 707 times of menstrual cycle, it turns out that been gained 31 % scene miscarriage take place after implantation. According to Thellin et al., ( 2000 ) there were 10 phenomenon in the maternal immune system that can cause the occurrence of tolerance allograft to the fetus.One of the phenomenon that was felt to be of sufficient importance is the existence of the role of the progesterone hormone in the immunomodulation mechanism of the maternal immune system, in order to keep maternal tolerance to an antigen of a fetus.The provision of didrogesterone orally capable of inducing the effect of progesterone with quite nicely by its effect on the endometrium that is identical to the provision of progesterone (Ulcery et al., 1963).Early placental development can be determined by measuring Placental Growth Factor or Placental Growth Factor (PlGF) through the mother?s blood since the first trimester of pregnancyas an indicator of the process of the formation of the placenta (Ong et al., 2001 ). The purpose of this study was to determine the effect of didrogesteron supplementation to the development of the placenta in pregnancy by measuring the levels of PlGF. Method : This study is a double blind randomized clinical trial (Randomized Controlled Clinical Trial) held at Antenatal Care clinic (ANC) at the General Hospital dr. Zainoel Abidin (RSUZA), Banda Aceh to all pregnant women undergoing first trimester ANC in RSUZA. The research undergone nonprobability sampling by consecutive sampling. Data analysis is done by using bivariate analysis between supplementation didrogesteron and PlGF levels using SPSS 17. Analysis of the data for comparative analytical numerical information unpaired two groups: Group A: the results in the form of PlGF levels in pregnant subjects were given progesterone and Group B: this results in a level of PlGF in pregnant patients given a placebo. If one of these groups there were no normal distribution of data, the statistical tests performed were the Mann-Whitney. If both groups have a normal distribution of the data will lead to the identification variance between groups. If the same variance (p values at variance test> 0.05), the statistical test to be used is the unpaired t test for equal variances. When variants are not the same (p value on the test variant <0.05), the statistical test used is the unpaired t test for unequal variance. In this study all the data so that the normal distribution of data is followed by a test using unpaired t-test because it has the same variance (p values at variance test> 0.05). Result: Results obtained throughout the study data were normally distributed and by using unpaired t-test on 40 subjects were followed until the end of the period, 20 people in Group A are pregnant subjects were given progesterone and Group B that pregnant patients given a placebo showed the difference meaningful. Based on the Kolmogorov-Smirnov test for n = 20 and α = 5%, then all of the above data are normally distributed. The mean levels of PlGF in both groups prior the treatment showed no significant difference (p = 0091 or p> 0.05), in which the group receiving folic acid alone was 40.80 pg / mL while on a group that will receive folic acid and didrogesterone was 25.95 pg / mL. The mean levels of PlGF in the folic acid group after the administration of folic acid alone for 4 weeks was 89.60 pg / mL, which means an average increase of 48.8 pg / mL. Results of paired t-test for PlGF levels in the population before and after folic acid showed a significant difference (p = 0.000 or p <0.05). The mean levels of PlGF in the group of folic acid + didrogesterone, after measurements (post-didrogesterone + folic acid) for 4 weeks was 212.15 pg / mL, which means an average increase of 186.20 pg / mL. Results of paired t-test for PlGF levels in the population before and after didrogesterone + folic acid showed a significant difference (p = 0.000 or p <0.05). Based on the Kolmogorov-Smirnov test for n = 20 and α = 5% in comparison margin improvement in both groups, as the above data, the average difference PLGF levels normally distributed. The mean difference PLGF levels based on the age group of folic acid is 48.80 and in the group of folic acid + didrogesterone is 186.20. Unpaired t-test results for the two groups showed that the group receiving folic acid + didrogesteron have elevated levels of PlGF were significantly (p = 0.000 or p <0.05) compared to those who only get folic acid alone. The side effect of this supplementation on this research was nausea about 2/20 (10%) on folic acid + dydrogesterone group versus 1/20 (5%) on folic acid group with p value = 0.35 (p > 0.05) which is not statistical meaningful. Conclusion : From these results it can be concluded that the administration of didrogesteron can trigger PlGF levels in women of reproductive age. |