Gambaran kesedihan kehidupan pernikahan dalam puisi klasik Gyuwon dan Gokja oleh Heo Nanseolheon: Analisis ekspresif = Depictions of resentment in Life After Marriage in Heo Nanseolheon's classic Poems Gyuwon and Gokja: expressive literary analysis
Prima Natasha Svetkarini Putri;
Eva Latifah, supervisor
(Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016)
|
Jurnal ini membahas dua puisi representatif karya Heo Nanseolheon (1563-1589) sebagai penggambaran kesedihan dan kemalangan hidupnya setelah menikah. Heo Nanseolheon adalah satu dari sedikit penulis wanita pada periode Joseon. Sebagai keturunan dari keluarga Yangban, hampir seluruh karyanya merupakan curahan hati akan ketidakbahagiaan dan keputusasaannya sebagai seorang istri malang yang harus hidup sesuai dengan pemisahan peran menurut ajaran Konfusianisme yang membuatnya kesepian dan terasingkan. Karya tulisnya yang kebanyakan ditulis dalam Hanja, secara umum menunjukkan gaya penulisannya yang unik. Ia menggunakan banyak ungkapan yang berhubungan dengan alam. Walau demikian, tidak beberapa lama setelah menikah, dapat terlihat bahwa gaya menulisnya sedikit berubah dan ia lebih sering menulis mengenai kesedihannya. Gyuwon adalah puisi yang ia tulis setelah menikah dan berisi tentang keluhannya sebagai wanita Yangban yang telah menikah. Sedangkan Gokja adalah puisi akan duka dan kesedihan Heo Nanseolheon karena kehilangan kedua anaknya. This journal examines two representative poems written by Heo Nanseolheon (1563?1589) as depictions of her resentment and bitterness of life after marriage. Heo Nanseolheon was one of very few classic female writers during the mid-Joseon period. Coming from a Yangban family, her works were mostly outpourings of her unhappiness and despairs as a miserable wife that had to abide by Confucianism?s separation of roles that left her feeling desolate in solitude. Her literary works that were mostly written in Hanja, usually would show her unique style of writing by using expressions derived from nature. However, shortly after marriage, it is apparent that her writing style had slightly changed as she was more keen on writing sadness over sadness. Both poems in this journal were written after two major events that completely changed her life happened. Gyuwon, a poem she wrote after her marriage, is about her grievance as a married woman of Yangban. Whilst Gokja is a poem written upon her grief and sorrows on losing both her children. |
![]()
|
No. Panggil : | MK-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | [Place of publication not identified]: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016 |
Program Studi : |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
MK-pdf | 10-18-558785425 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20424124 |