ABSTRAKKala pendekatan fisik tidak mampu memahami karya arsitektur secara tuntas, maka pendekatan metafisik (non material culture) yang merupakan hasil ide atau reka pikir yang kadang tidak terkait langsung dengan obyek fisik yang diamati dapat digunakan (Hardjoko, 2011). Dan perkembangan pengetahuan arsitektur pun akan terjadi bila paradigma merancang tidak hanya dibatasi pada makna desain sebagai representasi yang terkonstruksi tetapi ide dan gagasan yang melatarbelakangi kehadiran objek atau representasi tersebut (Yatmo, 2014). Bagi anak, ide bermain sesungguhnya adalah sesuatu yang penuh gembira, peristiwa yang penuh kegirangan, ide bermain adalahngenggar-enggar ati atau nyenengke ati(menyenangkan hati).Gembira dan menyenangkan hati adalah sesuatu yang terkait dengan perasaan dan bersifat psikis dan oleh sebab itu ide bermain adalah sesuatu yang termanifestasi dalam kerja pikir/ laboring mind.Fenomena bermain anak di lingkungan RW 02 Perumahan Medang Lestari ini akhirnya membuktikan arti bermain yang sebenarnya yaitu upaya untuk memperoleh kegembiraan yang salah satunya teridentifikasi dengan tertawa pada saat bermain dan bermain pun itu sebagai strategiuntuk mengatasi kejenuhan yang dialami anak. Dengan memposisikan ide bermain sebagai kerja pikir maka kehadiran anak padasalah satu spasial untuk bermain dipastikan memiliki argumentasi. Ketertarikan anak untuk menggunakan jalan, selokan, sawah, dekker sebagai spasial bermain lebih disebabkan karena faktor metafisik spasial yang bebas, exciting dan surprise. Ide serta gagasan tersebutlah yang menyebabkan spasial tersebut berhasil menarik perhatian anak untuk menggunakannya. Dengan mengambil lokus penelitian di RW 02 Perumahan Medang Lestari Tangerang dan menjadikan anak usia 6 ? 12 tahun sebagai informan penelitian serta dengan menggunakan metode kualitatif yang berbasis grounded theory sebagai analisis, penelitian ini menemukan hal yang berbeda dengan paradigma dominan spasial bermain. Jalan, selokan, sawah, dekker atau tempat-tempat lainnya adalah spasial yang berpotensi menimbulkan sensasi yang dapat dicerap oleh indera anak dan kehadiran anak pada spasial tersebut membuktikan bahwa bagi anak ruang adalah sebuah kesepakatan. Dan akhirnya dari sensasi yang dihadirkan oleh spasial menghantarkannya sebagai sensatopia, sebuah spasial yang hadir bukan karena materialistic atau spiritualistic tetapi karena faktor sensasionalistic yang dapat dirasakan oleh aktor yang hadir dan menggunakan spasial tersebut. ABSTRACTWhen the physical approach is not able to understand architectural design thoroughly, the metaphysical (non-material culture) approach, that is the result of an idea or thought that sometimes they are not directly related to the observed physical object can be used (Hardjoko, 2011). And the development of architectural knowledge will happen when the paradigm of designing not only restricted to the significance of design as a representation constructed but the idea and concept behind the object or the presence of such representations (Yatmo, 2014). For children, the actually idea of play is something that is full of joy and frolic, the idea of play is ngenggar -enggar ati or nyenengke (in Javanesse). Joy and frolic is something associated with psychic and therefore the idea of play is something that is manifested as laboring mind. The phenomenon of children playing in the district 02 of Medang Lestari Housing ? Tangerang, is finally live up to their actual play as an attempt to obtain the excitement, that one of them identified with a laugh while playing, and even play as a strategy to copying stress by children. When the idea of play as a laboring mind the presence of children in one spatial to play certainly has arguments. When children more interest to use roads, ditches, fields, dekker as spatial for play driven more by metaphysical factors which are free, exciting and surprise. That ideas would be the reasons which made the spatial attract the children to use it. By taking the locus of research in district 02 Medang Lestari Housing - Tangerang and made children aged 6-12 years as an informant research and using qualitative methods based on grounded theory as the analysis method, this research found the idea that in contrast to the dominant paradigm of spatial play. Roads, ditches, fields, dekker or other places were spatial which had potential to produce a sensation which can be perceived by the senses of the child. So, the child's presence in those spatial proved that in children?s viewspatial is anagreement. Finally, the research found that the spatial chosen not because of the materialistic or spiritualistic but because sensasionalistic factors that can be felt by the actors who are present and use spatial. Based on the presented sensation that is delivering a spatial as sensatopia. |