Artikel ini mengkaji hubungan antara kejahatan kerah putih, terorisme, dan kebijakan kontraterorisme Indonesia. Kebijakan kontraterorisme Indonesia hingga saat ini belum menempatkan kejahatan kerah putih, utamanya di bidang ekonomi, moneter, dan perbankan,sebagai bentuk terorisme. Hal itu diakibatkan dua hal: ketidaktahuan para penegak hukum akan modus operandi kejahatan kerah putih dan realitas kejahatan kerah putih yang berkembang dengan pesat karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibatnya, meski kejahatan kerah putih begitu merusak dan berkembang dengan pesat tetapi instrumen hukum nasional hingga saat ini belum mempunyai kodifikasi hukum yang terpadu untuk memberantasnya. Selain itu, kebijakan kontraterorisme Indonesia terlihat berat sebelah karena terfokus pada kejahatan jalanan atau kejahatan kerah biru, yaitu kejahatan yang dilakukan oleh golongan strata rendah yang cenderung menggunakan kejahatan bersifat vulgar, tidak canggih, dan penuh kekerasan. Hal itu berkebalikan dengan kejahatan kerah putih yang korup dan merusak karena dilakukan dengan penipuan dan kecurangan yang canggih dan sistematis. Dengan demikian apabila definisi terorisme hanya fokus pada jenis kejahatan jalanan maka praktik korup, penipuan, dan kecurangan yang terjadi pada kejahatan kerah putih akan sulit terungkap dan justru terkesan diperkuat dan dilindungi dan pada akhirnya berpotensi menghancurkan stabilitas nasional. |