Kebijakan pengelolaan hutan untuk tujuan komersial yang diberikan kepada pihak swasta atau Badan Usaha Milik Negara dan pengawasan langsung oleh negara (pemerintah pusat dan daerah), telah menciptakan ketidakadilan peran dan akses masyarakat lokal pada sumber daya hutan. Situasi ini menyebabkan kerusakan hutan meningkat, kemiskinan dan konflik sosial merebak di mana-mana. Untuk itu, masyarakat lokal perlu diberi peran dan ruang untuk membangun, membuat pengaturan internal di tingkat lokal. Pengaturan yang dibuat dan digunakan oleh rnasyarakat disebut institusi lokal.Dalam kajian ini institusi lokal diartikan sebagai seperangkat aturan yang digunakan (working rules or rules-in-use) sekelompok orang untuk mengatur aktivitas-aktivitas bersama, peran-peran yang harus dijalankan oleh orang-orang tertentu, dan sekaligus menyelesaikan permasalahan atau konflik/sengketa atas aktivitas tersebut. Dengan demikian, institusi memberikan semacam perangkat atau pedoman bagi mereka yang terlibat agar melakukan kegiatan yang mengacu kepada kepentingan, harapan bersama sesuai yang telah disepakati.Hutan sebagai sumber daya milik bersama dan terkait dengan berbagai kepentingan yang cenderung berbeda di satu sisi, dan sifat kodrat manusia yang kreatif, inovatif di sisi yang lain rnaka pemahaman terhadap institusi lokal tidak bersifat statis tetapi sebagai sesuatu yang dapat dikonstruksi dan direproduksi berdasarkan kepentingan tertentu. Tindakan individu akan cenderung dikorelasikan dengan berbagai serring sosial dan fisik sehingga memberi pengaruh signifikan pada dinamika instimsi lokal.Pola hubungan atau relasi sosial antarindividu, ketersediaan dan sifat sumber daya, berkembangnya ekonomi pasar, intervensi kebijakan dan berkembangkannya berbagai mode dominasi dan kekuasaan negara atas sumber daya hutan adalah beberapa aspek yang memberi kemungkinan institusi Iokal dibangun, dikembangkan dan dimodifikasi secara dinamis.Kajian ini menjelaskan, institusi lokal yang dibangun, dikembangkan dan dimodifikasi masyarakat desa hutan Sumber Agung dapat dikategorikan sebagai institusi yang belajar. Dalam pengertian institusi yang dikembangkan secara dinamis berdasarkan dinamika internal dan eksternal. Tercatat sejumlah perubahan sebagai strategi adaptasi. Di antaranya, penggantian personil kepengurusan, perubahan mekanisme mencapai konsensus, aturan-aturan pengelolaan dan pemanfaatan hutan dimodifikasi berdasarkan realitas yang ada.Perubahan-perubahan tidak semata ditanggapi sebagai sesuatu yang lama diganti/dimodifikasi dengan yang baru, tetapi perubahan juga ditanggapi ketika terjadinya proses sosialisasi dan internalisasi atas mekanisme institusional dalam suatu kurun waktu tertentu.Hal lain yang juga menggambarkan institusi lokal dibangun, dikembangkan dan dimodifikasi secara dinamis ialah terdapatnya variasi dalam cara penanganan permasalahan dan konflik sengketa yang terjadi, dan pada dasarnya mengekspresikan ragamnya orientasi kepentingan di antara para pengguna terhadap hutan sebagai sumber daya milik bersama. Bagaimana masyarakat scara institusional menghadapi praktik dominasi dan kekuasaan negara atas hutan juga memperlihatkan dinamika yang cukup penting bagi institusi lokal selanj utnya.Dalam konteks inilah, ingin ditegaskan bahwa institusi lokal yang terbentuk saat ini merupakan produk dari negosiasi berbagai orientasi kepentingan yang berbeda-beda. Ada kepentingan ekonomi subsisten, sistem ekonomi pasar, dominasi dan relasi kekuasaan negara terhadap sumber daya hutan sebagai sumber daya milik bersama.Pada posisi seperti ini, dapat diasumsikan prinsip-prinsip institusional hasil temuan Ostrom (1990, 1994), bukanlah prinsip yang dapat diidealkan bagi sebuah institusi lokal. Karakteristik fisik dan sosial yang berbeda, prinsip tersebut dapat ditambahkan, atau sebaliknya dikurangi. Kajian-kajian selanjutnya akan memperkaya pemahaman tentang institusi lokal yang dibangun, dikembangkan dan dimodifikasi oleh kelompok pengguna sebagai salah satu strategi menyelesaikan permasalahan kehutanan yang bersifat multidimensi.The policy of forest management, that transfer forest exploitation for commercial purposes to private commercial institutions or state owned corporations, as well as direct monitoring and control from the govemment (both central and regional), have created unequal roles and access of the local (host) community to get the benefit from the forest resources. This situation has increased forest deterioration and the spread of poverty and social conflicts.Therefore, the local (host) community must be given suficient roles and space in the formulations of local arrangement in the local community level in order to develop sustainable, in both economic and social, forest management. The arrangement formulated, developed and implemented by the local community is called local institution.In this study, local institution refers to a set of working rules or effective rules of a group of society that control their daily collective activities, community roles that are attached to certain individuals as well as conflict resolutions mechanism. This institution provides the involved parties with a kind of tool and guidelines which refer to collective interests and expectations based on collective agreement in conducting daily activities.Forest is a collectively owned resource and is closely related to various interest, which tend to be different on one side, and the nature of htunan being, which tend to be creative and innovative one the other side, therefore, the understanding that local institutions is something that can be reconstructed and reproduced instead of a static one. Individual action would be related to certain social and physical settings, so it will give significant impact to the dynamics of local institution.There are some aspects that provide possibilities for establishing, developing modifying local institutions in dynamic ways. They are: social relation pattern amongst individuals within a society, availability and the nature of resources, the growing of market economy, policy intervention, the growing of various dominations, and state authority over forest resources.This study explains that local institution, which is established, developed and modified by Sumber Agung village community can be categorized as learning institution. In the context that this institution is developed based on internal and external dynamics. Some changes as part of adaptation strategy have been recorded. Amongst them are personnel and mechanism changes to reach consensus, modifications on regulations on forest management and utilization in conjunction to the current realities.Changes refer to not only the modification the old ones with the new ones but also internalization and socialization over the institutional mechanism within a certain period of time.Other thing that also show that local institution established, developed and modified in a dynamic way is the variety of ways in the problem solving, conflict/dispute handling. Basically, it also expresses the variety of interest orientations amongst the stakeholders of the forest as a cornrnunally owned resource. The way how the community, as an institution, cope with the domination practice and state authority over the forest also shows the important dynamics for the next local institution.In this context, this study would like underline that the local institution is a product of negotiation from various orientations of interests amongst the stakeholders of the forest. Amongst them are economic subsistent interest, the interests of market economy system, domination and authority relation over forest resources as communally owned resource.In this position, it is assumed that institutional principles introduced by Ostrom (1990, 1994), are not the ideal principles for a local institutions. Due to the differences on social and political characteristics, those principles can be included or discharged. Further studies will enrich the understanding on the local institutions established, developed and modified by stakeholders as one of strategy to solve problems on forestry, which has multidimensional characters. |