ABSTRAK Penelitian ini mencari hubungan keadaan lingkungan rumah dengan tingkatkejadian gangguan kesehatan pernapasan. Penelitian ini menggunakan metodecross-sectional dengan pengambilan data memakai alat ukur fisika (luksmeter,higrometer, termometer, meteran) dan wawancara langsung. Dari 97 respondenyang didatangi, 41,2% di antaranya memiliki pendidikan lulusan SMA dan 61,9%di antaranya berpenghasilan bulanan di atas Rp 1.200.000. Keluarga yangmengalami gangguan pernapasan ada 29,9% dari keseluruhan. Analisis chi-squaremenunjukkan tiada hubungan yang bermakna antara tingkat kejadian gangguanpernapasan dengan jenis lantai (p = 0,091), dinding (p = 0,065), luas ventilasi (p =0,345), pencahayaan (p = 0,938), luas jendela (p = 0,133), kelembapan (p =0,244), suhu (p = 0,960), lubang asap di dapur (p = 0,178), maupun dengankepadatan rumah (p = 0,945). Keakuratan alat ukur dan cara pemakaiannya sangatberpengaruh pada hasil. Besar sampel yang ditentukan juga akan memberipengaruh pada hasil. ABSTRACT This study yearns to seek out any relation between house environmentcharacteristics and the incidence of respiratory problems. Cross-sectional methodwas used, with the aid of physical measurement instruments (luxmeter,higrometer, thermometer, measurement tape) and direct interviews. Of the 97respondents met, 41.2 of them were high school graduates and 61.9% of them hadmonthly incomes of Rp 1,200,000 or higher. Families with respiratory healthproblems are 29.9% of all respondents. Chi-square analysis found that there is nosignificant relation between the incidence of respiratory health problems and thetype of floor (p = 0.091), wall (p = 0.065), ventilation (p = 0.345), illumination (p= 0.938), windows (p = 0.133), humidity (p = 0.244), temperature (p = 0.960),kitchen smoke vent (p = 0.178), nor there is relation with house populationdensity (p = 0.945).; |