Rekonsiliasi dalam konflik asimetris: posisi indonesia dalam proses resolusi konflik aceh 2004-2005 = Reconciliation in asymmetric conflict indonesia s position in aceh conflict resolution 2004-2005
Herlizar Rachman;
Aninda Rahmasari Tirtawinata, supervisor; Artanti Wardhani, examiner; Nurul Isnaeni, examiner; Shofwan Al Banna Choiruzzad, examiner
(Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016)
|
Memorandum of Understanding Helsinki pada tahun 2005 merupakan capaian terbaik sebuah negara dalam menyelesaikan konflik asimetris secara damai. Perundingan yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan pihak GAM menjadi titik paling menarik selama proses ini karena tidak banyak aktor negara yang berinisiatif untuk menyelesaikan sebuah konflik asimetris dengan menggunakan cara-cara yang non- koersif. Oleh karena itu, penelitian ini mengajukan pertanyaan mengapa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla membuka mediasi dengan pihak GAM dalam proses resolusi konflik Aceh tahun 2004-2005? Dengan menggunakan teori rekonsiliasi, penelitian ini menemukan bahwa cara non-koersif yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia pada proses resolusi konflik Aceh tahun 2004-2005 bertujuan untuk memanfaatkan momentum kemunduran GAM, membentuk citra positif di dunia internasional, serta rekonstruksi pasca-bencana. Temuan tersebut merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan dengan metode process tracing yang memelajari percabangan-percabangan sejarah dari genealogi konflik Aceh dalam periode waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2005. The 2005's Memorandum of Understanding of Helsinki was known as a state?s best response to asymmetric conflict using peaceful way. The negotiations between the Government of Indonesia and the Aceh Free Movement, or GAM, had become the core of the process since the rarity of such occassion in which a state solving an asymmetric conflict using non-coercive ways. Thus, this research asks why the Yudhoyono and Kalla administration opens a mediation with the Aceh Free Movement during the Aceh conflict resolution process in 2004-2005?Using reconciliation theory, this research finds that the Government of Indonesia?s choice in using non-coercive ways is due to maximizing the moment of the setback of the Aceh Free Movement, creating positive image among international community, and the post-disaster reconstruction. Those findings are the result of a process tracing method in which this research study the genealogy of the conflict of Aceh and its disjunctures of events during 2004-2005. |
S63511-Herlizar Rachman.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S63511 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | unmediated ; computer |
Tipe Carrier : | volume ; online resource (rdacarrier |
Deskripsi Fisik : | xvi, 105 pages ; 30 cm |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S63511 | 14-20-783382139 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20430047 |