Dalam proses pembakaran pada alat Fluidized Bed Combustor, pasir bed merupakan salah satu komponen yang paling penting. Ukuran pasir bed berpengaruh pada fenomena fluidisasi yang berdampak pada proses perpindahan panas yang terjadi pada bed material. Dengan menggunakan bahan bakar pellet kayu, terdapat kemungkinan fenomena fluidisasi yang terjadi menjadi kurang baik karena terbentuknya aglomerasi pasir. Hal tersebut dibuktikan pada proses pemanasan awal dan seterusnya yang dilakukan menggunakan bahan bakar pellet kayu 100% bed materialnya sulit mencapai kestabilan temperatur sekitar 500-700 oC, dimana temperatur ini harus tercapai untuk menghasilkan kondisi self-sustain. Oleh karena itu, hal ini dicoba ditanggulangi secara tindakan operasional dengan mencampurnya dengan bahan bakar lain, yaitu tempurung kelapa dan sekam. Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui terjaid aglomerasi adalah dengan mengukur temperatur pada tiga titik vertikal. Dua titik diantaranya berada pada reactor dengan ketinggian 3,5 cm dan 24,5 cm dari piringan distributor udara. Karena dalam reactor FBC perbedaan temperatur harus dibawah 1000C.Hasilnya menunjukkan kedua campuran bahan bakar mampu mengurangi dan menghilangkan aglomerasi. Pada campuran tempurung, hasil paling baik didapat pada campuran sebanyak 40%. Sedangkan pada campuran sekam, hasil paling baik didapat pada campuran sebanyak 10%. Hasil ini juga menunjukan apabila sekam padi mempunyai pengaruh yang lebih baik dalam mencegah aglomerasi. In the combustion process of fluidized bed combustor (FBC), the sand is the most important part. Size of the sand particle affect on fluidization phenomenon which has an impact on the heat transfer process that occur in the bed material. By using wood pellet as fuel, there is a possibility of fluidization phenomenon that happens to be unfavorable because of the formation of sand agglomeration. And it is proved in an experiment which at start-up and so on are done using wood pellet fuel 100%, the bed is difficult to achieve stability in temperatures of about 500-700oC, where this range temperature is criteria that must be achieved in FBC to generate a self-sustain condition. Therefore to counter the agglomeration, it uses the easiest method by operational measurements by mixing with other fuels. This method is called co-combustion or co-feeding. In this experiment use coconut shells or rice husk as co-combustion fuel. To observe the agglomeration, the temperature is measured in three point, where two of them are located above the distributor plate with height of 3,5 cm and 24,5 cm. Because inside the FBC reactor, temperature difference must be below 1000C.The result show that both of the fuel mixture is able to reduce and eliminate the agglomeration. In a mixture of coconut shells, the best results obtained in the mixture of 40%. While on a mixture of rice husk, the best results obtained in a mixture of 10%. That also show that rice husk has better influence on preventing agglomeration. |