Pada hakekatnya jabatan Notaris lahir karena kebutuhan masyarakat yang kemudian diangkat oleh Pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara khususnya dalam hal membuat akta-akta otentik. Namun dalam praktiknya tidak sedikit Notaris melanggar Peraturan Jabatan Notaris, Kode Etik, dan Sumpah Jabatannya. Salah satu contoh pelanggaran yang dapat dilakukan oleh Profesi Notaris yaitu bekerja sama dengan kawan Notaris lainnya untuk memanfaatkan ketidaktahuan atau kelemahan klien mereka. Berdasarkan uraian tersebut penulis merumuskan pokok permasalahan dalam penulisan ini yaitu pertama bagaimana perbutan dan keabsahan pembuatan Akta No. 823/XII/2002 tertanggal 20 Desember 2002, yang dibuat dihadapan Notaris X ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dan Kode Etik Notaris ?. Dan yang kedua bagaimana pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1731 K/PDT/2013 Juncto Nomor 2290 K/PDT/2008/MARI terhadap perbuatan yang dilakukan oleh Notaris X ditinjau dari ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?. Menggunakan Metode penelitian yaitu penelitian yuridis-normatif dan menggunakan data sekunder. Analisis yang dilakukan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian ini, diketahui bahwa hal-hal tersebut dapat mengakibatkan akta yang dibuat menjadi dapat dibatalkan, batal demi hukum, dan atau akta tersebut menjadi akta dibawah tangan oleh Hakim yang berwenang mengadili. Jika dalam Amarnya Hakim menyatakan bahwa Akta tersebut dibatalkan maka konsekuensinya Akta tersebut tidak lagi berlaku sejak putusan Hakim tersebut ditetapkan, sedangkan jika Hakim menyatakan Akta tersebut batal demi hukum, maka Akta itu dianggap tidak pernah ada sehingga pihak-pihak yang menyebabkan kekacauan harus mengembalikan kekacauan tersebut ke keadaan semula. Sedangkan bagi Notaris yang bersangkutan dapat dikenai sanksi baik secara perdata, sanksi pidana dan sanksi administratif dari Majelis Pengawas Notaris. In effect the post of Notary born out of necessity that were then appointed by the Government that derive attributive authority of the State, especially in terms of making authentic deeds. However, in practice, not least a rule violation Notary Notary, Code of Ethics, and the oath of office. One example of violations can be done by the Notary profession by working with other comrades Notary using the ignorance or weakness of their clients. Based on these descriptions writer formulate the main problem in this writing is first how perbutan and the validity of making Deed No. 823 / XII / 2002 dated December 20, 2002, before a Notary X in terms of the draft Civil Code, Act No. 2 of 2014 on the Amendment of Act No. 30 of 2004 concerning Notary and Notary Code?. And secondly how legal considerations in Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision No. 1731 K / PDT / 2013 Juncto No. 2290 K / PDT / 2008 / MARI against the actions undertaken by the Notary X in terms of the provisions of the Civil Law Act ?. Using a research method that juridical-normative research and secondary data. Analysis is conducted qualitative analysis. The results of this study, it is known that these things can lead deed made becomes irreversible, null and void, and it becomes a deed or deed under hand by a judge with jurisdiction over . If the verdict the judge stated that the deed was canceled consequently Act is no longer applicable since the Judge's decision is set, whereas if the judge expressed This amendment is null and void, then deed it has never been considered so that the parties that caused chaos must restore the chaos to its original state. As for Notary concerned may sanction either civil, criminal sanctions and administrative sanctions from the Supervisory Council of Notaries. |