Strategi bertahan PT. Dumex Indonesia : kasus industri pharmasi PMA dengan keterbatasan ruang gerak karena peraturan-peraturan dari departemen kesehatan
Sutanto D. Gunawan;
Soeroso, supervisor
(Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992)
|
Industri pharmasi adalah industri obat yang memproduksi obat obatan melalui pengolah secara kimia. Pengertian ini penting disebutkan karena untuk membedakannya dari industri obat tradisional yang lebih dikenal dengan industri jamu. Kalau industri jamu telah dikenal hampir seabad lalu tetapi kalau industri pharmasi masih relatip baru untuk Indonesia. Sejak Pemerintah mengundanga uu No 1/67 tentang penanaman modal asing, mulailah industri pharmasi asing menanamkan modalnya dalam bidang ini. Sampai dengan tahun 1990 tercatat sejumlah 40 buah pabrik pharmasi asing/joint ventures (PMA) yang beroperasi di Indonesia. Peluang untuk berusaha dibidang pharmasi juga tidak disia siakan para pemilik modal dalam negeri, lebih lebih setelah adanya UU PMDN sehingga bermunculanlah pabrik pabrik pharmasi dalam negeri (PMDN). Jumlah pabrik PMA dan PMDN akhirnya mencapai 285 buah. Dengan makin banyaknya pabrik pharmasi maka persairigan untuk mendapatkan pangsa pasar menjadi semakin sengit. Hal ini disebabkan pertumbuhan daya beli masyarakat tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah pabrik obat. PT Dumex Indonesia (PTDI) yang diamati dalam karya akhir ini adalah salah satu perusahaan pharmasi yang pertama kali menanamkan modalnya sejak UU No 1/67 diundangkan sehingga menjadi perusahaan pharmasi asing tertua di Indonesia. Perusahaan ini pernah mencapai rekor sebagai perusahaan nomor satu dalam jumlah penjualan di Indonesia ditahun 1974. Departemen Kesehatan dalam hal ini diwakili oleh Direktorat jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) sejak akhir tahun 70an mulai melaksanakan kebijaksanaan dimana untuk PMA menjadi sulit untuk membuat obat baru. Karena obat baru yang formulasinya sederhana adalah untuk perusahaan PMDN. Hal ini menyebabkan tidak adanya produk baru yang dapat diperkenalkan untuk nienggantikan produk yang telah habis daur hidupnya. untuk menghadapi hal tersebut dìataslah perusahaan dituntut untuk dapat bertahan dengan menerapkan strategi yang tepat supaya perusahaan tidak sampai merugi karena tidak tercapainya jumlah penjualan yang diperlukan. Dengan keadaan dimana pangsa pasar PTDI terus merosot dan kedudukan nomor satu pada tahun 1974 menjadi nomor dua puluh lima saat ini perlu diterangkan apa yang telah dilakukan PTDI selama ini. Sasaran yang dikejar adalah keuntungan jangka pendek. Dengan sasaran ini berarti bahwa apabila target penjualan tidak tercapai mengakibatkan target pendapatan yang telah direncanakanpun tidak akan tercapai, pimpinan memutuskan untuk mengurangi biaya promosi. Padahal dalam keadaan penjualan yang tidak menggembira kan justru promosi perlu lebih ditingkatkan, apabila perusahaan berpikiran untuk meraih pangsa pasar jangka panjang. Kecenderungan untuk meraih keuntungan jangka pendek telah berjalan agak lama disebabkan tekanan dan kantor pusat, hal ini menyebabkan terbatasnya biaya promosi dan berakibat alat promosi yang berupa hadiah (gimmick) yang dibagikan kepada para dokter bermutu rendah. Dengan hadiah yang bermutu rendah dikhawatirkan para dokter menganggap mutu produk PTDI pun rendah. Sedangkan Strategi yang seharusnya diterapkan PTDI adalah differensiasi. Telah pula dilakukan differerisiasi produk dengan memasuki bidang makanan untuk bayi (susu bayi) dan hal ini kembali terbentur pada sasaran keuntungan jangka pendek tersebut dimana produk baru ini tidak memperoleh persetujuan dalam mendapatkan jatah promosi yang layak. Akibatnya sulit melawan persaingan di pasar sehingga pangsa pasar produk ini juga terus menurun. Dapat disimpulkan bahwa: (1) PTDI tidak menerapkan strategi generik sesuai teori Porter dengan differensiasi melalui mutu yang tinggi secara konsisten. (2) PTDI menghadapi kendala dalam mendapatkan ijin memasarkan obat baru. (3) Untuk menghindari kerugian PTDI terjebak dalam keadaan meraih keuntungan jangka pendek. Untuk mengatasi hal yang telah disimpulkan, disarankan agar PTDI perlu melaksanakan perencanaan strategi secara resmi agar semua bagian mengetahui strategi apa yang dianut. Merubah status PMA menjadi PMDN dengan menjual sahamnya kepada investor dalam negeri sehingga menghilangkan kendala untuk memasarkan produk baru. Secara sungguh sungguh menerapkan sasaran jangka panjang dengan tujuan merebut kembali pangsa pasar dibandingkan dengan sasaran keuntungan jangka pendek. |
T1957-Sutanto D Gunawan.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T-Pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | vii, 96 pages : illustration ; 28 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T-Pdf | 15-17-662360842 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20439070 |