:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Pengaruh deregulasi perbankan terhadap peningkatan efisiensi pada bank negara indonesia 1946

Irfan Hasan; Wahjudi Prakarsa Benjamin, examiner; Soeroso, supervisor ([Publisher not identified] , [Date of publication not identified] )

 Abstrak

ABSTRAK
Masuknya kembali bank-bank asing di Indonesia setelah medio
60-an dengan segala implikasinya yang berbareng dengn lahirnya
Undang-Undang Pokok Perbankan No. 14/1967 masih segar dalam
ingatan kita. Sekitar dua dekade yang lalu itu, perbankan nasional
umumnya dan sektor perbankan swasta khususnya mencatat sejarah
tersendiri. Puluhan bank swasta berjatuhan terkena skorsing
kliring. Ada yang berhasil bangkit kembali, namun banyak pula
yang terpaksa keluar dan gelanggang. Kelemahan internal dalam
manajemen bank-bank swasta cukup menonjol, dibarengi dengan
faktor eksternal antara lain berupa tingginya bunga deposito pada
bank-bank pemerintah dengan subsidi dari Bank Sentral dan
kompetisi dari bank-bank asing yang membawa manajemen modern dan
modal yang berskala besar. Ronde pertama seleksi alamiah tersebut
telah merontokkan sejumlah bank yang kemudian harus minggir dari
medan bisnis perbankan.
Babak kedua benlanjut lagi melalui proses merger di-awal
tahun 1970-an. Berbagai keringanan fasilitas dan rangsangan dari
Bank Indonesia terhadap bank?bank yang merger, pada era ini telah
berhasil menciutkan sejumlah bank swasta, yang sekaligus
mengobati penyakit kekecilannya yang dialami sebelumnya. Bank-
Bank yang kena caplok pun lambat laun dapat menikmati kemajuan
proses merger tersebut melalui peningkatan volume usaha.
peningkatan modal sendiri, tingkat laba dan sebagainya, sekali
gus sasaran pemerintah untuk menyederhenakan iumlah bank swasta
menjadi sekitar 30 bank, belum juga terwujud.
Ronde berikutnya adalah deregulasi perbankan 1 Juni 1987
yang justru mencetak kemajuan?kemajuan spektakuler. Pangsa pasar
perbankan Swasta mampu meningkat hampir 2 kali lipat pada tahun
1967 dibanding 5 tahun sebelumnya yang hanya sebesar 11,68%.
Ronde berikut kita masuki babak baru yakni PAKTO 27 tahun 1988.
Banyak sekali sasaran bidik yang ingin dicapai, antara lain
meningkatkan lebih lanjut mobilisasi dana masyarakat, ekspor non
migas dan efisiensi. lembaga-lembaga keuangan dan perbankan. Bank
asing kini tidak lagi dilarang beroperasi di luar Jakarta seperti
periode sebelumnya melainkan sudah boleb beroperasi di 6 kota
besar di Indonesia. Sebagaiinaria lazimnya tuntutan deregulasi
naka PAKTO 27 juga semakin mendorong kearah efisiensi dan
profesionalisne, yang justru merupakan pilar-pilar utama
deregulasi. Efisiensi dan profesionalisne yang tinggi akan
memungkinkan bank tetap hidup dan berkembang di tengah kompetisi
yang semakin dahsyat. Dapat dilihat betapa semakin sengitnya
bank menarik nasabah dan tenaga profesional oleh bank?bank sejak
1 Juni 1983, bahkan kadang-kadang dengan cara yang tidak etis.
Bagaimanapun, setiap perubahan dan persaingan senantiasa
memberikan implikasi dan dinamika baru. Tajamnya. persaingan,
belakangan ini telah memacu bank-bank meningkatkan kreasinya
berupa produk/jasa bank baru. Sehingga nasabah dengan demikian
diberikan berbagai alternatif.
Efisiensi dan profesionalisme yang tinggi akan dapat menekan
Biaya overhead dan resiko pengembalian kredit bank yang selama
Ini dianggap masih terlalu tinggi. Semakin sehat, efisien dan
tingginya profesionalisme perbankan , diharapkan dapat menekan
bunga kredit yang masih terlalu mahal di negara kita. Dihadapkan
pada kompetisi yang hebat dan bank-bank asing yang efisien dan
tingginya tingkat Proresionalismenya itu, maka bank-bank nasional
didorong kearah skala yang memadai, baik dalam skala bisnisnya,
kualitas tenaga kerja dan mutu pelayanannya. Dorongan ke arah
merger dalam arti yang sebenarnya yakni antar bank-bank yang
sehat untuk membentuk skala bisnis yang lebih kuat akan semakin
relevan dewasa ini Ronde-ronde persaingan seusai PAKTO 27 cukup
menarik perhatian dan mengundang keluhan, paling tidak dari Badan
Perkreditan Rakyat. Sekalipun legalitasnya sudah dipertegas,
namun ruang geraknya semakin sempit, karena beroperasi di
kecamatan-kecamatan terasa sangat sesak, sedangkan mau naik ke
bank bank umum haruc mampu engumpulkan dana Rp.10 milyar.
Kalau kita lihat apa yang terjadi di negara-negara maju,
Amerika Serikat misalnya, semakin banyaknya bank yang bangkrut
Sejak tahun 1983, hampir mencapai seperempat dari jumlah seluruh
bank di sana. Hal ini berbareng dengan perubahan kondisi ekonomi
deregulasi di dunia pada umumnya. PAKTO 27 yang menuntut
adanya perubahan-perubahan lebih mendasar terhadap perbankan
nasional kita,dengan demikian memerlukan pengawasan lebih
canggih lagi. Semakin jauh proses deregulasi, semakin ketat
pengawasan yang diperlukan dan semakin besar pula tuntutan ke
arah efisiensi dan profesionalisme.
Tugas pengawasan yang berada pada Bank Indonesia semakin
berat, yang meliputi pula pengawasan terhadap alokasi kredit ke
grup-grup perusahaan atau lebih dikenal dengan istilah
konglomerat dan di samping memantau pula efektifitas tugas
pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris pada setiap bank
yang sampai saat ini menurut pengamatan penulis belum dapat
diandaikan sebagai pengawasan melekat.

 File Digital: 1

Shelf
 T2218-Irfan Hasan.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ita rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : viii, 104 pages ; illustration : 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-17-477178482 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20439629