ABSTRAK Dalam situasi krisis ekonomi seperti sekaiang ini, sektor usaha yang masihcukup menarik dan sangat menjanjikan di antaranya adalah usaha perkebunankelapa sawit. Sektor ini termasuk yang diminati oleh investor untuk melakukaninvestasi baik dalain bentuk Penanaman Modal Daiam Negeri (PMDN) ataupunpenanaman Modal Asing (PMA). Muka - muka baru dalam investasi tersebutterutama muncul dari perusahaan industri kehutanan yang mengkonversi HakPengusahaan Hutan (HPH) menjadi area perkebunan kelapa sawit dan tanamankeras lainnya. Demikian juga dengan PT. WLK yang berlokasi di KabupatenBanggai, Sulawesi Tengah. Perusahaan ini berencana untuk membuka perkebunan kelapa sawit mulal buJanDesember 1997 hingga Desember 2000 dengan pola Perkebunan inti Rakyat(PIR) yang merupakan perkebunan dengan pola kemitraan antara PT. WLKsebagal perusahaan inti dengan petani plasma yang tergabung dalam wadahKoperasi Tani usaha. Luas lahan yang direncanakan awal dibuka seluas 12,000Ha terdiri atas 6,000 Ha Jahan inti dan 6,000 Ha lahan plasma yang tersebar di 5wilayah di Bauggai yaftu Toil, Pandauke, Bantayan, Baturube dan Pasir Lamba.Diharapkan pada tahun 2001, perkebunan sudah mencapai tahap menghasilkanTandan Buah Segar. Pembangunan perkebunan kelapa sawit ini bersumber dari pinjaman kredit bankdari modal sendiri dengan proporsi sebesar 57%:43%. Direncakan kredit investasiPerbankan dengan bunga nominal 14% dapat dicairkan pada bulan September2001. Sedangkan patokan nilai tukar rupiah pada awal perencana ditetapkansebesar Rp 4650,00. Namun dalarn perkembangan Sepanjang akhìr tahun 1997 hingga akhir 2000seiring dengan perubahan kondisi lingkungan ekonomi makro, beberapa kondisiyang telah ditetapkan pada awal perencanaan tidakiah berjalan seperti yangdirencanakan. Penelitian ini dilakukan untuk menilai kelayakan perkebunan sesuaidengan kondisi pada awal perencanaan yaitu Desember 1997 dan mengevaluasikembali pada Desember 2000 berdasarkan perubahaan kondisi eksternal daninternal perkebunan yang terjadi selama 3 tahun proyek berjalan. Penilaian kelayakan dilakukan dengan menggunakan beberapa metodeyang sudah dikenal seperti Net Present Value, Internal Rate of Return danPayback Period Horison period dalam penilaian perkebunan adalah 25 tahunsedangkan cost of capital yang digunakan sebagai discaunt rate dalampenghitungan net present value diperoleh dan weighted cost of capitalperkebunan Sedangkan penghitungan return of equi(y dan perkebunanmenggunakan metode Capital Asset Pricing Models dengan nilai beta danPerusahaan sejerns dengan PT. WLK yaltu PT. Bakii Sumatra Plantation yangsama ? sama bergerak di bida.ng perkebunan kelapa sawit. Sedangkan kondisi ? kondisi yang mengalami perubahan adalah dariinternal adalah pertama, penarikan kredit investasi KKPA dan Bank DanamonIndonesia oleh perusahaan inti dan plasma yang direncanakan Desember 1997mengalami keterlambatan realisasi hingga September 2000. Kedua luas Iahanyang terealisasi sampal dengan Desember 2000 adalah 8.149,80 Ha dari 12,000Ha yang direncanakan semula. Ketiga, base cost pada awal perencanaandiperkirakan hanya Rp 4.855.442,00/Ha namun dalam kenyataannyamembengkak menjadi Rp. 13.918.620,00/Ha yang berarti mengalami kenaikanlebib dari 300% terutama disebabkan oleb naiknya harga pupuk, pestisida danupah minimum regional Sulawesi Tengah. Sedangkan dari kondisi eksternaladalah pertama, nilal tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika pada saatstudi kelayakan pertama (November 1997) adalah Rp 4.650,00 sedangkan padaDesember 2000 sudah mencapai Rp. 8.600,00. Kedua, harga pasaran dunia untukminyak sawit (FOB) pada saat awal perencanaan digunakan asumsiUSS420,50/MT tahun 1997 kemudian meningkat menjadi US$46610/MT tahun2000 dan akhìrnya US$47510/MT tahun 2001 dan seterusnya sedangkan dalamkenyataannya pada Desember 2000 barga CPO berada pada US$300,00.Berdasarkan hasil analisa net present value perkebunan pada awal perencanaanyaitu Desember 1997, dengan cost of capital proyek sebesar 14,66% maka netpresent value perkebunan adalah Rp 46.031,05 juta dan internal rate of returnadalah 18,48% masib di atas cost of capital. Sedangkan berdasarkan kondisi internal pertama yaitu keterlambatan penarikanKKPA, maka nilai proyek (dengan asumsi cateris paribus) menjadi Rp 51.736,78juta atau meningkat Rp 5.705,72 juta sedangkan internal rate of returnperkebunan meningkat 0,8% menjadi 19,28%. Berdasarkan kondisi internal kedua yaitu realisasi luas lahan hanya 67,92% yaìtu8.149,8 Ha namun ternyata menyebabkan net present value perkebunan menjadiRp 102.405,16 atau meningkat Rp 56.374,11 juta sedangkan IRR meningkathampir 5,43% menjadi 23,91%. Dilihat dari kondisi internal ketiga yaltu kenaikan base cose dari Rp4,855,44100/Ha menjadi Rp 13.918.620/Ha menyebabkan net present valueperkebunan turun sebesar Rp 137.319,51 juta menjadi negatif Rp 91.288,46 jutasedangkan IRR turun 8,37% menjadi 10,11% sehingga menyebabkan proyek inimenjadi tidak layak. Sedangican berdasarkan kondisi eksternai pertama yaltu depresiasi niiai tukarrupiah dari Rp 4.650,00 pada Desember 1997 menjadi Rp 8.600 pada Desember2000 memperbesar net present wilue perkebunan nienjadi Rp 290.480,54 ataubertambah Rp 244449,49 juta sedangkan InternaI rate of return perkebunannieningkat 14,36% menjadi 32,84%. Terakhir berdasarkan kondisi eksternal kedua yaitu penurunan harga pasar CPOyang awalnya diasumsikan US$ 420,5/MT CIF Malaysia namun pada buJanDesember 2000 menjadi hanya US$ 300/MT CIF Malaysia sehinggamengakibatkan net present value perkebunan turun drastis sebesar Rp 127.128juta menjadi negatif Rp 81.096,98 juta sedangkail IRR turun 12,39% menjadi6,09% dengan kata lain menyebabkan proyek ¡ni menjadi tidak layak.Dengan asumsi bahwa nilai covarian adalah negatif maka secara keluruhanberdasarkan perubahan kondisi di atas maka nilai proyek perkebunan kelapa sawitPT. WLK adalah secara akumulatif sebesar Rp 272.237,03 juta sedangkaninternal rate of return rata ? rata menjadi 18,45% sehingga dengan kata lainproyek perkebunan kelapa sawit PT. WLK per Desember 2000 masih dianggaplayak untuk diteruskan. |