ABSTRAK Karya akhir ini merupakan penclitian kembali fenomena underpricing pada penawaranumum saham perdana yang terjadi di Bursa Efek Jakarta. Beberapa penelitian sejenis telahdilakukan pada waktu sebelumnya, sebagaimana oleh Hanafi dan Husrian (1991), Hanafi(1997), Rufitialfian (1999), Daijono (2000), Herniawan (2000), serta Kusumaningtyas (2000). Dalam berbagai literatur keuangan disebutkan bahwa harga penawaran perdana(offering price) pada penawaran umum saham perdana (IPO) Iebih rendah dan nilai wajarnyaatau mengalami underpriced. Hal ini menyebabkan diperolehnya first-day abnormal returnyang positif dan siginifikan bagi pembeli saham di pasar perdana dan menjual kembali sahamtersebut di hari pertama atau kedua setelah diperdagangkan di pasar sekunder. Karya akhir ini rnempunyai tiga tujuan utama, yaitu untuk mengetahui keberadaan danbesarnya underpricing saham perdana, perilaku saham perdana, serta menentukan variabelvariabel yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing. Kajian karya akhir inijuga ingin meneliti hubungan antara besaran underpricing dengan kondisi pasar modalIndonesia yang terpengaruh oleh krisis moneter yang mulal berdampak pada bulan Juil 1997.Penelitian mengambil sampel dari emiten-emiten yang melakukan IPO di Bursa Efek Jakartadad tahun 1996 sampai dengan 2000. Hasil penelitian menunjukan bahwa selama periode tahun 1996 sampai dengan tahun2000, saham perdana mengalami derpricing sebesar 21 96% secara rata-rata dan siginifikanpada saat pertama kali perdagangan. Perhitungan tersebul menggunakan metode marketadjusted abnormal return. Penelitian juga mendapalkan fakta bahwa kondisi bursa yang terpengaruh oleh krisismoneter Juli 1997 mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat underpricing. Jika padaperiode 1996 sampai dengan JuIi 1997 tingkat underpricing IPO yang terjadi sebesar 14,77%,maka pada periode Agustus 1997 sampai dengan 2000 tingkat underpricing meningkat tajamsebesar 109,07% menjadi 30,88%. Hal ini menyimpulkan bahwa semakin besar risikoinvestasi di pasar modal maka semakin besar pula tingkat underpricing IPO. Perilaku saham perdana yang dapat dilihat dari pola CAAR menunjukan bahwa tingkatunderpricing yang terbesar hanya terjadi pada hari pertama. Pada hari kedua, saham perdanamengalami koreksi yang signifikan. AAR yang diharapkan positif pada hari-hari berikutnyanampak tidak selalu terjadi. Yang terjadi adalah pola CAAR yang cenderung menurunmeskij,un tidak besar dan signifikan. Pada bulan ketiga, saham perdana menunjukan pola yangmenurun dan terjadi sampai akhir bulan ke enam. Lebih jauh lagi, penelitian yang mengkajitiga variabel yang diduga berpengaruh penting terhadap tingkat underpricing menyimpulkanbahwa vaniabel kondisi bursa-lah yang mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkatunderpricing. Sedangkan vaniabel besaran ROE dan DER tidak mempengaruhi secarasignifikan terhadap tingkat underpricing. Fenomena underpricing pada saham perdana menjadi hal yang menarik karenamempunyai implikasi yang luas. Bagi para akademisi hal ini dapat melemahkan teori hipotesapasar modal yang efisien, khususnya bentuk setengah kuat (semi strong). Bagi para pelakupasar modal, hal ini dapat dijadikan referensi untuk menyusun strategi yang tepat, bijaksanadan rasional dalam merespon peristiwa penawaran saham perdana di masa depan. |