ABSTRAK Seperti telah diketahui bersama. ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia Sangatbesar, Menurut hasil sensus ekonomi tahap III yang dihimpun oleh Biro Pusat Statistik,pengusaha besar yang jumlahnya di: bawah 1% dari total 16 juta unit usaha menguasai 70%produk domestik bruto. Hal ini terjadi karena kebijakan pemerintah dan lembaga keuanganpada Masa Orde Baru memprioritaskan pertumbuhan usaha besar dengan pernbiayaan secarabesar-besaran dan cenderung berorientasi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Model pembiayaan usaha besar seperti di atas ternyata berakibat kontraproduktif danmulai terlihat sejak krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Banyak pengusaha besaryang berjatuhan karena tidak didukung o!eh dasar bisnis yang kuat dan sehat. dan terlalubanyak menanggung hutang dalam mata uang asing yang sulk dikembalikan saat terjadifluktuasi kurs yang tajam terhadap rupiah. Menyadari hal itu, pemerintah mulai memperhatikan pertumbuhan usaha kecil yangjustru dapat bertahan saat krisis ekonomi terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya RUUperkreditan yang mencakup bebcrapa pasal yang terkait dengan pengembangan usaha kecilSalah satu pasal mewajibkan bank untuk mengalokasikan sedikitnya 40% dari portofoliokreditnya bagi usaha kecil. Pasal lain menyebutkan pula bahwa jaminan kredit bagi usahakecil adalah prospek usahanya, dan bank kreditur wajib mengawasi dan niembimbing debiturusaha kecil. Dengan adanya RUU tersebut, BRI yang selama ini telah dengan konsisten menyalurkankredit kepada usaha kecil dan menengah perlu melakukan pembenahan untuk menghadapipersaingan yang akan semakin ketat di masa mendatang. Walaupun BRI memilikikeunggulan banyaknya jaringan di wilayah pedesaan, namun demikian perbaikan pola kerjadan kualitas pelayanan perlu dilakukan, agar tetap dapat mempertahankan kompetensinya.Adapun tujuan khusus studi ini adalah memperbaiki pedoman kerja penyaluran kredit umumpedesaan BRI unit dalam proses pendaftaran, pemeriksaan kelayakan kredit, pengambilankeputusan dan penyaluran pinjaman, sera pembinaan dan pengawasan kinerja kredit. Mengingat permasalahan dalam penyaluran Kupedes ini bersifat tidak terstruktur karenadiperigaruhi oleh karakter debitur dan sumber daya manusia BRI unit, budaya dankebijaksanaan perusahaan, serta kebijaksanaan pemerintah, studi ini menggunakan metodeSoft System Methodology (SSM) untuk menstrukturkan permasalahan dan mencari pemecahandengan model konseptual. Proses pembahasan masalah dalam SSM meliputi penggambaranpermasalahan dengan kartun (rich picture), analisis CAT WOE (Customers, Actors,Transformation process, Work/view, Owners, dan Environment) untuk mengkaji faktor-faktoryang mempengaruhi sistem dalam penyaluran kredit, identifikasi model konseptual dan sistemtersebut. membandingkan model konseptual dengan kenyataan yang ada, dan membuat suaturekomendasi untuk perbaikan. Sesuai dengan tujuan studi ini, pembahasan pedoman kerja penyaluran Kupedes dibagimenjadi empat bagian, yaitu proses pendaftaran, pemeriksaan kelayakan kredit, pengambilankeputusar. dan penyaluran pirij aman. serta prnbïnaan dan pengawasan kinerja kredìt. Pada proses pendaftaran terlihat bahwa pembuku bersifat pasif dalarn melayani calondebitur dan fungsinya lebih bersifat administratif. Seharusnya, pembuku lebih bersifatproaktif dengan turut berperan dalam pemasaran Kupedes dan juga analisis awal calon debitur. Pada proses pemeriksaan kelayakan kredit, kepala dan BRI unit desa (kepaia unit desa)dapat pula melakukan pemeriksaan lapangan. Hal ini tidak sejalan dengan model konseptualyang membedakan pembagian tugas antara pengambil keputusan dengan analis kredit. Untukitu, kepala unit desa sebaiknya fokus dalam perannya sebagai penanggung jawab dankoordinator bagi BRI unit, dengan mendelegasikan tugas tersebut kepada mantri. Pada proses pengambilan keputusan dan penyaluran pinjaman, terdapat kekurangan padapedoman kerja bag kepala unit desa dan kasir. Berkaitan dengan proses sebelumnya, jikakepala unit desa melakukan pemeriksaan lapangan, maka wewenang pengambilan keputusunterletak pada kantor cabang. Dengan diperbaiknya proses pemeriksaan kelayakan kredit,maka kepala unit desa tidak perlu melakukan pemeriksaan lapangan dan wewenangpengambilan keputusan terletak padanya. Sedangkan, pedoman kerja bagi kasir terlihat tidakmenunjukkan koordinasi dengan pembuku sehingga kasir masih menanyakan kepada nasabahmengenai besar pinjaman, jangka waktu, ataupun cara mengangsur. Untuk itu, perludiperbaiki koordinasi antara kasir dengan pembuku. Pada proses pembinaan dan pengawasan kinerja kredit, kepala unit desa turut pulaberperan sebagai petugas pemberantas tunggakan di lapangan. Sebaiknya, peran kepala unitdesa cukup sebagai koordinator sehingga dapat lebih efektif dalam menjalankan tugasnyasebagai penanggung jawab BRI unit. Pada proses ini, hal lain yang perlu diperbaiki adalahperlunya diberikan laporan secara berkala mengenai kinerja Kupedes kepada kantor cabang,dan pembayaran tunggakan Iangsung kepada kasir (tidak melalui petugas). Di luar pedoman kerja tersebut, perlu pula dilakukan pelatihan bagi setiap fungsi yangterlibat sehingga memahami pula karakteristik pemasaran jasa dan usaha kecil. dengan tujuanmemperkecil kesenjangan antara harapan debitur, persepsi manajemen, spesifikasi kualitasjasa, komunikasi eksternal, dan jasa yang diterima debitur, Tindakan-tindakan yang dapatdilakukan yailu mempelajarí apa yang diinginkan debitur, membangun standar kualitaspenyaluran Kupedes, memastikan bahwa kinerja jasa memenuhi standar, dan memastikanbahwa penyerahan jasa sesuai dengan yang dijanjikan. |