Financial distress pada perusahaan properti di era krisis ekonomi
Lestari Indah;
Firman Djunasien, supervisor
([Publisher not identified]
, 1998)
|
ABSTRAK Indonesia sejak paruh kedua tahun 1997 dilanda krisis ekonomi yang diawali denganapresiasi nilai dollar yang diikuti dengan kebijakan uang ketat yang dijalankan Pemerintah.Kondisi dan kebijakan Pemerintah ini , secara umum telah memukul hampir seluruh sektorbisnis. Sektor properti adalah salah satu sektor yang mengalami tekanan paling berat. initerjadi karena perkembangan sektorproperti sangat tergantung pada pasang surutnyaperekonomian makro Suatu negara . Bila ekonomi makro sedang baik maka bisnis propertiakan memberikan keuntungan yang besar, sebaliknya bila kondisi ekonomi makro sedangsurut maka sektor inilah yang terkena dampak paling berat. Sebelum terjadinya krisis ekonomi, para pengembang melakukan investasi besar-besaran di bisnis ini dengan menggunakan sumber dana pinjaman dalam jangka pendek baikdalam nominal rupiah maupun dalam dollar AS. Pada saat dollar AS terapresiasi, besarnya dana pinjaman luar negeri dalam dollar ASmemberikan tekanan yang sangat berat pada perusahaan, kondisi ini makin diperburuk denganmelemahnya kinerja pasar properti dan macetnya kredit-kredit properti. Dampak hal ini adalahpara investor di pasar modal sangat hati-hati untuk mengambil keputusan membeli sahamproperti. Akibatnya harga saham properti anjiok sangat rendah. Selain itu kebijakanpengetatan likuiditas telah mengakibatkan kenaikan suku bunga dan mengharuskan sektorperbankan untuk sangat selektif dalam pengucuran kredit. Terjadinya kenaikan suku bunga mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat.Hal ini karena secara umum pembelian produk properti dilakukan dengan menggunakan kreditpemilikan rumah (KPR). Kondisi ini penjualan produk propeti menurun tajamhingga para pengembang mengalam kesulitan untuk mempertahankan arus kas danlikuiditasnya. Dalam kondisi ketidakpastian makro ekonomi saat ¡ni tampak bahwa perusahaanperusahaan dalam industri inì mengalami kondisi financial distress. Hal ini menyebabkankinerjanya merosot Sampai titik terendah yang untuk Pemulihannya dibutuhkan waktu. Dengankondisi keuangan perusahaan yang kian memburuk mengharuskan manajemen perusahaanterus mempertahankan diri dari kondisi financial distres. yang mengarah kepada ancamankebangkrutan. Memprediksi terjadinya kebangkrutan menggunakan indikator finansial, dilakukandengan menghitung besarnya Z Score (skala kebangkrutan) yang merupakan indikatorterjadinya kebangkrutan perusahaan. Besarnya angka Z tergantung pada kinerja perusahaanyang dinyatakan dalam rasio keuangan yaitu quick ratio, DER, ROI dan TATO. Dari hasil analisa kondisi keuangan perusahaan (neraca peniode tahun 1997)menunjukkan bahwa 50% perusahaan emiten properti memiliki angka Z > 1. Perusahaanyang memiliki nilai Z besar dapat diinterpretasikan sebagai perusahaan yang mempunyaikemungkinan yang tinggi untuk terjadinya kebangkrutan. Mengenali tanda-tanda kebangkrutan merupakan satu upaya yang dapat dilakukanpihak manajemen perusahaan untuk memperbaiki operasi perusahaan pada pos penjualan,biaya, laba maupun likuiditas. |
T3222-Lestari Indah.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T-Pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 1998 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | viii, 76 pages : illustration ; 28 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T-Pdf | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20440679 |