Artikel ini bertujuan untuk mendiskusikan respons orang Using terhadap sakralitas dan fungsi sosial ritual Seblangdalam konteks struktur sosial masyarakat Using, Banyuwangi, Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan adalahkajian pustaka, observasi partisipasi, dan wawancara mendalam, dengan metode analisis fungsional-struktural. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa pranata ritual Seblang merupakan institusi sosial yang difungsikan oleh orang Usingsebagai bagian integral dari struktur sosial mereka. Sakralitas Seblang juga menjadi ajang bertemunya alam alus danalam kasar; manusia dan dhanyang; mikrokosmos dan makrokosmos. Eksistensi pranata ritual Seblang yang mampumelintas-batas tetap diuri-uri oleh orang Using hingga kini lantaran didukung oleh kondisi budaya dan kondisi sosial.Kondisi budaya terkait dengan sistem religi dan sistem pengetahuan, sedangkan kondisi sosial terkait dengan struktursosial dan lingkungan geografis pedesaan. Kondisi budaya dan kondisi sosial tersebut menjadi keyakinan orang Usingatas fungsi sosial-kultural Seblang bagi kesuburan pertanian dan kesejahteraan hidup mereka. Ritual Seblang tidakdapat diintervensi oleh kekuatan luar, baik kekuasaan maupun politik. Memori implisit dan metakognisi yang telahterkonstruksi dalam benak masyarakat berkontribusi atas kepercayaan mereka terhadap sakralitas ritual Seblang.Pengingkaran atas wasiat leluhur tersebut diyakini akan menimbulkan disharmoni, baik secara sosial maupunpsikologis, yang sekaligus akan menimbulkan disharmoni pada struktur sosial masyarakat Using.This article discusses the response of Using people to sacred values and social function of Seblang ritual in the contextof Using society’s social structure in Banyuwangi, East Java. Library study, participatory observation, and in-depthinterview are methods used in this research, while the analysis uses functional-structural method. The result of thisstudy shows that the Seblang ritual is a social institution functioned by Using people as an integral part of their socialstructure. The sacredness of Seblang also become a meeting point between “alam alus” and “alam kasar”; between thespirits of village’s ancestors (dhanyang) and human beings; between macro cosmos and micro cosmos. The existence ofthe Seblang ritual’s institution crosses over the temporal boundaries, so until now Using people still maintain thepractice as their social and cultural condition support its preservation. The cultural condition relates to religious andknowledge system, while the social condition relates to social structure and geographical environment of village. Suchcultural and social conditions become the belief of Using people toward socio-cultural function of Seblang, particularlyfor fertility in agriculture and their welfare. “The outer power”, both state’s authority and political parties, cannotintervene the Seblang ritual. Implicit memory and meta-cognition constructed in the minds of the public havecontributed to their belief in the value of sacred Seblang ritual. They believe the negation of ancestor’s legacy will causedisharmony, both socially and psychologically, which will also lead to disharmony in the social structure of Using society. |