Pilihan pengembangan kelembagaan Ibukota Republik Indonesia dapat menjadi tolak ukur rasa keadilan bangsaIndonesia dalam membenahi carut marut pembangunan perkotaan secara menyeluruh di Indonesia. Jika konsepmegapolitan begitu saja di-gol-kan oleh wakil rakyat, maka bangsa Indonesia tengah mengidap penyakit rendahnya rasakeadilan. Megapolitan adalah kota dengan ciri-ciri: (1) jumlah penduduk yang sangat besar; (2) jaringan yang terciptamenggambarkan keterkaitan bukan saja berskala nasional tapi juga internasional; (3) dari sudut ruang, menggambarkanadanya keterkaitan antar berbagai kota secara individual bahkan penggabungan. Kebutuhan mendesak penangananmasalah perkotaan di DKI Jakarta memang terasa tinggi, tetapi tidak boleh menyurutkan rasa keadilan kita sebagaibangsa. Pilihan ke arah sana terbentur oleh kelembagaan kota secara nasional yang tidak jelas.The choice of institutional development for Jakarta as Indonesian capital city can be the barometer of equity andfairness as value to whole developing nation, especially for urban development in Indonesia. If megalopolis conceptproposed by Sutiyoso received without reverse, then we have disease to the equity and fairness values as a nation state.Megalopolis is a city characterized by: (1) huge population and density; (2) national and international networking scale;(3) huge integrated spatial. The problematic situation of urban development in Jakarta is urgent, but it is un-fair and unequalif development of other cities in Indonesia is abandoned. The choice to develop megalopolis is still unclear. |