Both Australia and Indonesia have made commitments to combatting human trafficking.Through the experience of Mary Jane Veloso it can be seen that it is most often the vulnerable‘mule’ that is apprehended by law enforcement and not the powerful leaders of crime syndicates.It is unacceptable that those vulnerable individuals may face execution for acts committed underthreat of force, coercion, fraud, deception or abuse of power. For this reason it is vital that asystem of victim identification is developed, including better training for law enforcement, legalrepresentatives and members of the judiciary. This paper builds on submissions by authors forAustralian Parliamentary Inquiry into Human Trafficking, and focusses on issues arising inthe complex cross section of human trafficking, drug trafficking, and the death penalty withparticular attention on identifying victims and effective reporting mechanisms in both Australiaand Indonesia. It concludes that, in the context of human trafficking both countries could makethree main improvements to law and policy, among others, 1) enactment of laws that createclear mandatory protection for human trafficking victims; 2) enactment of criminal laws thatprovides complete defence for victim of human trafficking; 3) enactment of corporate reportingmechanisms.Australia dan Indonesia, keduanya telah membuat komitmen untuk memerangi perdaganganmanusia. Melalui pengalaman Mary Jane Veloso, dapat dilihat bahwa seringkali penyelundupyang tertangkap oleh aparat penegak hukum adalah kaum rentan, dan bukannya pemimpinsindikat kriminal yang berkuasa. Sulit untuk diterima bahwa orang-orang yang rentantersebutmungkin menghadapi eksekusi atas perbuatannya yang dilakukan di bawah ancaman,paksaan, penipuan, atau penyalahgunaan wewenang. Karena alasan itulah, penting agarsistem pengenalan korban dikembangkan, termasuk pelatihan lebih baik untuk aparat penegakhukum, pengacara, serta hakim dan jaksa. Tulisan ini disusun berdasarkan laporan para penuliskepada komisi penyelidikan Parlemen Australia terhadap isu perdagangan manusia, danberfokus pada permasalahan yang timbul dari irisan kompleks antara perdagangan manusia,perdagangan obat-obatan terlarang, dan hukuman mati, dengan perhatian khusus kepada isuidentifikasi korban dan mekanisme pelaporan yang efektif bagi Australia dan Indonesia. Tulisanini menyimpulkan bahwa dalam konteks pemberantasan perdagangan manusia, kedua negaradapat membuat tiga perbaikan dalam hukum dan kebijakannya, ketiga solusi tersebut adalah,1) penerapan hukum yang memberikan perlindungan wajib bagi korban perdagangan manusiayang jelas; 2) pembuatan hukum pidana yang yang memberikan perlindungan secara lengkapkepada korban; 3) pembuatan mekanisme pelaporan bagi perusahaan. |