Pusat komunitas adalah ruang publik bagi komunitas untuk melakukan aktivitassosial, berinteraksi, rekreasi, dan menyalurkan hobinya yang dalam beberapa kasusdapat menanggulangi permasalahan sosial. Beberapa kajian membahas aspek fungsionalpusat komunitas dari segi pelayanan sosial karena manfaat fungsionalnya, tetapipembahasan mengenai pusat komunitas tidak dapat dilihat dari pelayanan sosial saja.Tulisan ini melihat pusat komunitas, melalui studi kasus RPTRA Kenanga, Cideng,Jakarta Pusat, memiliki aspek disfungsional yang menimbulkan eksklusivitas melaluikontestasi memori kolektif antara Pemerintah dan Masyarakat. Dengan menggunakankerangka analisis yang mengacu pada konsep ruang publik dan memori kolektif, tulisanini melihat perubahan sebelum adanya pusat komunitas yang berupa kepemilikan privatdan setelah adanya pusat komunitas yang membentuk memori kolektif baru berupakepemilikan publik. Dari studi kasus di RPTRA Kenanga, tulisan ini menunjukkanbahwa pembentukan memori kolektif baru menyebabkan kontestasi memori kolektifantara negara (pemerintah provinsi DKI Jakarta)dan masyarakat (warga sekitar RPTRAKenanga) yang kemudian menimbulkan eksklusivitas di ruang publik tersebut.Community center is a public space for the community that has a function for socialactivities, such as recreation and interaction, which in particular cases may diminishsocial problems. This study want to examines community center as Public Space and itsmemory collective to see the relevance of the theory and its significance to urban policy.The method of this article is qualitative using case study of Children-Friendly IntegratedPublic Space-Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kenanga, Cideng,Central Jakarta. This article argues there has been a dysfunctional aspect that resultsin exclusiveness through collective memory contestation between the Government andLocal Community. The study find that other than the changes from private property topublic property, the establishment of RPTRA Kenanga creates new collective memorythat has resulted in collective memory contestation between the government of DKIJakarta and the local people, which led exclusivity in the public space. |