Kebebasan pers di Indonesia dijamin dalam Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945. Jaminan kebebasan pers tersebut memberikan kebebasan bagi pers dalam menjalankan profesinya, yaitu untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Namun, tidak jarang para jurnalis melakukan pelanggaran berupa perbuatan melawan hukum dalam menjalankan profesinya. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pertanggungjawaban perusahaan pers terhadap jurnalis yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan perbandingan terhadap Indonesia, Denmark, dan Malaysia. Selain itu, akan dibahas pula mengenai penyelesaian permasalahan perbuatan melawan hukum dalam dunia pers baik di Indonesia, Denmark, dan Malaysia.Pokok permasalahan tersebut dijawab dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menghasilkan kesimpulan bahwa perusahaan pers Indonesia dan Denmark menerapkan doktrin vicarious liability dalam menyelesaikan permasalahan yang dilakukan oleh jurnalis, sedangkan di Malaysia tidak menerapkan doktrin vicarious liability. Hal ini dikarenakan kegiatan pers di Malaysia diawasi dengan ketat oleh pemerintah, maka para jurnalis yang melakukan perbuatan melawan hukum atau setidaknya yang tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah Malaysia akan mendapat sanksi langsung dari pemerintah. Penyelesaian permasalahan pers di Indonesia dan Denmark dapat diselesaikan melalui Dewan Pers, namun di Malaysia penyelesaiannya dilakukan oleh pemerintah. Freedom of the press in Indonesia is guaranteed in Article 28 F Indonesia's Constitution 1945. Guarantee of freedom of the press also provide freedom for the journalist to do their job such as to seek, obtain, dan disseminate the information to the public. However, journalists often commit an offense of an unlawful act while doing their job. This thesis discusses the corporate responsibility of the press on an unlawful act by the journalist comparing by the cases between Indonesia, Denmark, and Malaysia. Furthermore, this thesis discusses the dispute resolution of an unlawful act of the press in Indonesia, Denmark, and Malaysia.The principal problem is answered by using normative judicial method which brings into conclusion that press company in Indonesia and Denmark apply the doctrine of vicarious liability in solving the problems done by journalists, while in Malaysia do not apply vicarious liability's doctrine. This is because the Malaysian press activites closely monitored by the government, the journalist who commited an unlawful act, or at least who is not in accordance with the Malaysian government's policies is sanctioned directly from the government. Solving problems of the press in Indonesia and Denmark can be resolved through the Press Council, but in Malaysia the government's settle the dispute. |