Dengan memperhatikan tren integrasi ASEAN, studi pada disertasi ini meneliti potensi keuntungan atau kerugian dari koordinasi bilateral kebijakan fiskal dan moneter di antara negara-negara ASEAN-5. Studi ini menggunakan versi modifikasi dari model makroekonomi dua negara yang dibangun oleh Liu dan Pappa serta kerangka model teori permainan dengan asumsi interaksi antaragen terjadi hanya satu kali dan semua agen memiliki informasi yang sempurna untuk menentukan kelayakan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter di antara negara-negara ASEAN-5.Dengan menggunakan asumsi-asumsi ketat bahwa eksternalitas dari koordinasi kebijakan bilateral hanya akan dinikmati oleh kedua negara yang berpartisipasi dan bahwa suku bunga adalah satu-satunya instrumen kebijakan moneter yang ada, studi ini menghitung tingkat kesejahteraan potensial dari koordinasi kebijakan fiskal dan moneter. Hasil studi ini menunjukkan bahwa secara relatif Indonesia adalah partner potensial terbaik untuk koordinasi kebijakan bagi Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Sementara itu, Filipina adalah partner potensial terburuk untuk koordinasi kebijakan bagi Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand.Walaupun demikian, jika dianalisis dengan kerangka model teori permainan, studi ini menemukan bahwa secara umum koordinasi kebijakan fiskal dan moneter bukanlah pilihan yang layak dilakukan oleh negara-negara ASEAN-5. Studi ini melihat adanya kecenderungan negara dengan skala ekonomi yang lebih besar akan memilih untuk tidak melakukan koordinasi kebijakan dengan negara yang lebih kecil, sementara negara yang lebih kecil akan memilih bekerja sama dengan negara yang lebih besar.Studi ini juga menemukan bahwa karakteristik antanegara yang berbeda menjadi tantangan bagi koordinasi kebijakan di antarnegara ASEAN-5. Walaupun perubahan karakteristik secara individual dapat mengubah level kesejahteraan dari dua negara yang terlibat dalam koordinasi kebijakan, analisis sensitivitas dalam studi ini menunjukkan bahwa bagi negara dengan skala ekonomi yang lebih besar, strategi non-kerjasama cenderung lebih menguntungkan daripada strategi bekerja sama. Dengan demikian, studi ini menunjukkan kemungkinan yang rendah bagi koordinasi kebijakan fiskal dan moneter di antara negara ASEAN-5. Kesimpulan studi ini bukan kesimpulan akhir bagi kelayakan koordinasi kebijakan di antara negara ASEAN-5. Bukti empiris menunjukkan adanya koordinasi kebijakan antarnegara ASEAN-5 yang tidak melibatkan instrumen suku bunga, misalnya koordinasi di bidang perdagangan dan pembentukan cadangan devisa bersama. Observing integration trends in the ASEAN, this dissertation examines the potential welfare gains or losses from bilateral fiscal and monetary policy coordination in the ASEAN 5 countries. We use the modified version of the Liu and Pappa rsquo s two country model in our analysis and the one shot perfect information game theory framework to determine whether it is feasible for the ASEAN 5 countries to bilaterally coordinate fiscal and monetary policies.Under strict assumptions that the externalities of bilateral policy coordination will only fall upon the two participating countries and that interest rate is the only available monetary policy instrument, we calculate the potential welfare outcome from fiscal and monetary policy coordination. We find that Indonesia is the best relative potential bilateral cooperating partner for Malaysia, Singapore, Thailand, and the Philippines. Meanwhile, the Philippines is the worst relative potential bilateral cooperating partner for Indonesia, Malaysia, Singapore, and Thailand.However, when we analyze the feasibility of fiscal and monetary policy coordination by using the one shot perfect information game theory framework, we find that bilateral fiscal and monetary policy coordination in general is not a feasible option for the ASEAN 5 countries. Although it is not possible to make strong generalization from the pay off matrices of the bilateral games, we see a tendency that the bigger country should opt not to coordinate policies with the smaller country, while the smaller country should opt to coordinate policies with the bigger country.We observe that different country characteristics pose challenges for bilateral fiscal and monetary policy coordination among the ASEAN 5 economies. While individual change of these characteristics can change the welfare levels for two countries involved in relations, our sensitivity analysis shows that the outcome of non cooperating strategy for the bigger country tend to be superior to the cooperating strategy. Hence our study displays a rather low prospect of fiscal and monetary policy coordination among the ASEAN 5 countries in the future. However, this conclusion is not a final conclusion for the feasibility of policy coordination among the ASEAN countries. Empirically the ASEAN countries are indeed coordinating policies in areas other than interest rate, such as in trade and foreign exchange pooling. |