Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) kini menjadi bagian dari masyarakat modern, tetapi tidak demikian pada masyarakat tradisional seperti suku Bajo. Bajo merupakan suku di Indonesia yang unik karena tinggal dan mencari nafkah di laut, sederhana dan tidak mudah menerima pengaruh dari luar wilayahnya. Mengadopsi sesuatu hal baru (difusi inovasi) termasuk TIK bukan perkara gampang dilakukan oleh masyarakat tradisional. Banyak kendala yang dialami seperti kearifan lokal yang dianut. Padahal penguasaan TIK akan membantu peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran tentang difusi inovasi TIK pada nelayan tradisional Bajo di Wakatobi. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Kesimpulan penelitian ini terdapat dua kelompok adopter. Kelompok pertama adopter TIK (telepon selular), jumlahnya sangat sedikit, terdiri dari nelayan berpenghasilan tinggi yang disebut Ponggawa (pemilik kapal/rnodal), Kelompok ini mas uk kategori late majority. Alasan mereka menerima inovasi ini karena pertimbangan ekonomi (bisnis perikanan). Kelompok kedua adalah nelayan biasa dan awi (nelayan yang bekerja kepada Ponggawa) yang mengetahui atau belum mengetahui tentang telepon selular dan tidak pernah menggunakannya. Sebagian besar nelayan Bajo di desa Mora Selatan masuk kelompok kedua ini dengan kategori laggards atau kelompok kolot karena masih tradisional, wawasan terbatas, bukan opinion leaders dan sumber daya terbatas. Kelompok ini cenderung lama dalam menerima inovasi ini karena sistem sosial yang ada (struktur sosial, sistem norma, budaya) dan TIK belum rnenjadi fungsional bagi rnereka. Sernentara untuk TIK lainnya (komputer dan internet) sebagian besar kelornpok pertama rnaupun kedua belurn rnengadopsinya dan rnasuk kategori laggards. |