Di Indonesia implementasi secondary market pada lembaga penyiaran swasta televisi secara tidak langsung telah terjadi dalam bentuk pengalihan saham perusahaan sehingga Ijin Penyelenggaraan Penyiaran IPP yang didalamnya terdapat alokasi spektrum frekuensi radio ikut berpindahtangan. Dampaknya terjadi monopoli dan broker spektrum frekuensi radio, tidak ada manfaat untuk pemerintah dan membatasi pemilik modal yang potensial. Ini terjadi karena belum ada regulasi yang mengatur secondary market pada lembaga penyiaran swasta televisi di Indonesia. Oleh karena itu pada penelitian ini diharapkan menghasilkan usulan model implementasi secondary market pada lembaga penyiaran swasta.Dalam penelitian ini usulan model secondary market diperoleh dengan benchmarking implementasi secondary market di Amerika Serikat, Australia, Guatemala dan Selandia Baru. Untuk menentukan parameter penilaian dilakukan Indepth Interview dengan stakeholder dalam industri penyiaran. Selanjutnya untuk memberikan penilaian yang rinci dan sistematis terhadap potensi dampak dari usulan model dan mencapai tujuan yang diinginkan dari aspek manfaat, biaya dan efeknya maka dianalisa menggunakan metode Regulatory Impact Analysis RIA . Dalam penelitian ini diperoleh 3 usulan model secondary market yaitu model status quo tidak ada secondary market , model secondary market dengan mekanisme langsung dan model secondary market dengan mekanisme melalui badan pengawasan independen. Setelah dinilai dari aspek biaya dan manfaat dengan metode Plus-Minus Implication PMI didapatkan hasil model 1 mendapatkan nilai -10, model 2 mendapatkan nilai -2 dan model 3 mendapatkan nilai = 8, sedangkan dengan metode Multi Criteria Analysis MCA didapatkan hasil model 1 mendapatkan nilai 129, model 2 mendapatkan nilai 239 dan model 3 mendapatkan nilai = 180.Hasil analisis RIA terhadap 3 usulan model secondary market, usulan 3 dipilih sebagai opsi terbaik berdasarkan keunggulan penilaian dari parameter penataan spektrum frekuensi, pengendalian spektrum, kompetisi dan transparansi yang dapat mencegah monopoli spektrum frekuensi radio serta dari sisi konten yang isinya lebih beragam dengan adanya pengawasan dari badan independen dalam proses secondary market. Secondary market has been implemented in Indonesia television private broadcasting institutions indirectly by stock acquisition including Ijin Penyelenggaraan Penyiaran IPP and allocation of radio frequency spectrum. The impacts is spectrum monopoly and no benefit for government. This happens because there are no regulations governing the secondary market in Indonesia television private broadcasting institutions. Therefore, this research is expected to produce proposal of secondary market implementation model at private broadcasting institution .The proposed secondary market model obtained by benchmarking the implementation of secondary markets in the United States, Australia, Guatemala and New Zealand. To determine the assessment parameters conducted Indepth Interview with stakeholders in the broadcasting industry. To provide a detailed and systematic assessment of the potential impact of the proposed model and to achieve the desired objectives from the aspects of benefits, costs and effects it is analyzed using the method of Regulatory Impact Analysis RIA. This research proposed 3 secondary market model that is status quo model no secondary market , direct secondary market model and secondary market model through independent agency. After assessed from cost and benefit aspect with Plus Minus Implication PMI method, the result of model 1 get value 10, model 2 get value 2 and model 3 get value 8, whereas with Multi Criteria Analysis MCA method model 1 get value 129, model 2 get value 239 and model 3 get value 180.After analyzed by RIA method, the secondary market model through independent agency choosed as the best option based on the superiority of the assessment of frequency spectrum arrangement parameters, spectrum control, competition and transparency that can prevent the radio frequency spectrum monopoly as well as from a more diverse content side with the supervision of independent bodies in the secondary market process |