Ekstrak biji anggur memiliki kandungan senyawa fenol aktif yang melimpah. Senyawa fenol dalam ekstrak biji anggur memiliki permasalahan penetrasi melalui kulit karena bersifat hidrofilik. Tujuan penelitian ini yaitu membuat fitosom ekstrak biji anggur yang selanjutnya diformulasikan dalam serum untuk memperbaiki permasalahan penetrasi. Fitosom dibuat dalam tiga formula berdasarkan perbandingan massa antara ekstrak dan fosfatidilkolin, yakni 1:0,5; 1:1; dan 1:2, menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Fitosom kemudian dikarakterisasi morfologi, distribusi ukuran partikel, potensial zeta dan efisiensi penjerapannya. Formula terpilih selanjutnya diformulasikan ke dalam serum berbasis gel, kemudian dievaluasi. Uji penetrasi secara in vitro dilakukan dengan sel difusi Franz pada sediaan serum fitosom dan serum tanpa fitosom sebagai kontrol. Hasil menunjukkan bahwa fitosom dengan perbandingan 1:1 merupakan formula paling optimal dengan karakteristik bentuk partikel yang sferis, Dmean volume sebesar 4147,83 nm, indeks polidispersitas 0,486, potensial zeta -25,2 mV dan efisiensi penjerapan sebesar 75,01 0,25 . Evaluasi sediaan yang dilakukan menunjukkan serum memiliki karakteristik yang baik. Persentase kumulatif zat terpenetrasi dari sediaan serum fitosom dan non fitosom sebesar 27,25 0,67 dan 11,97 0,49 . Serum fitosom memiliki nilai fluks sebesar 243,11 7,94 ?g/cm2.jam, sementara serum kontrol hanya 68,56 5,54 ?g/cm2.jam. Dapat disimpulkan bahwa serum fitosom ekstrak biji anggur dapat berpenetrasi lebih baik dibandingkan dengan serum tanpa fitosom. Grape seed extract GSE contains abundant phenolic compounds. Phenolic compounds in GSE have an inadequate penetration because they are hydrophilic. The objective of this research was to make GSE phytosome which was then formulated into serum to improve the penetration problem. Phytosomes were prepared in three formulas based on the mass ratio between the extract and the phosphatidylcholine, 1 0.5, 1 1, and 1 2 using a thin layer hydration method. Phytosomes were then characterized in terms of morphology, particle size distribution, zeta potential and their entrappment efficiency. The selected formula was then formulated into a gel based serum, then evaluated. An in vitro penetration study was performed with Franz diffusion cells on phytosomal serum and non phytosomal serum as control. The results showed that the 1 1 ratio was the optimal formula among three with spherical shape, Dmean volume was 4147.83 nm, polydispersity index 0.486, zeta potential 25.2 mV and entrapment efficiency of 75.01 0.25 . The total cumulative phenol penetrated from the phytosomal serum and control were 27.25 0.67 and 11.97 0.49 respectively. The phytosomal serum had a flux value of 243.11 7.94 g cm2.hour, while the control serum was 68.56 5.54 g cm2.hour. It could be concluded that GSE phytosomal serum could penetrate better than non phytosomal serum. |