Nama diri adalah kata yang digunakan sebagai penanda identitas diri seseorang. Pemilihan nama diri merupakan sebuah proses identifikasi yang dipengaruhi oleh faktor budaya serta konteks zaman. Perbedaan referensi nama diri orang Jawa dalam konteks tradisional dan global merupakan keniscayaan. Referensi nama-nama dalam konteks tradisional mengakar pada budaya lokal, sedangkan pada konteks global menunjukkan keberagaman referensi. Keberagaman ini mengindikasikan adanya perubahan referensi dalam proses semiosis pemilihan nama. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan perbedaan referensi yang digunakan orang Jawa dalam menentukan nama diri dalam konteks tradisional dan global. Penelitian ini merupakan penelitian onomastik. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori makna Ogden Richards 1952 dan proses semiosis Pierce 1940 . Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Data diperoleh dari: 1 sumber tertulis yang berupa data kelahiran warga Desa Sukorejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, 2 wawancara, dan 3 kuesioner. Hasil analisis menunjukkan bahwa referensi nama dalam konteks tradisional merupakan penanda identitas budaya, sedangkan dalam konteks global cenderung tidak merepresentasikan kebudayaan miliknya. The personal name is an important marker of identity. Choosing a personal name is a process that is influenced by both culture and the ever changing context of the times. The reference of Javanese names, rooted in local culture are familiar, but in the new global culture they take on new and diverse forms. This diversity reflects a change in the process of name semiosis. The purpose of this onamatic study is to explain the different references that the Javanese use in determining personal names in both the traditional and new global context. The study is based on the theory of meaning originating in Ogden Richards 1958 and the process of semiosis in Peirce 1940 . A descriptive qualitative method is used. Data is obtained from 1 written sources in the form of birth data of Javanese individuals from Sukorejo, Ngasem, and Kediri, 2 interviews, and 3 a questionnaire. The study shows that reference of personal names in traditonal and global contexts does indeed differ. In particular, names in a global context do not represent traditional Javanese culture. |