ABSTRAK Krisis moneter yang memmpa Indonesia, telah melumpuhkan sebagian besar persendian ekonomi nasional, konsumsi nasional yang sempat menjadi harapan penyembuhan, gagal berperan dengan adanya kenaikan biaya produksi. Hal ini menjadikan peningkatan ekspor merupakan salah satu opsi, guna mengembalikan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik. Permasalahannya ialah, eksportir nasional pada umumnya merupakan eksportir tidak langsung, yang mana mereka melakukan impor bahan baku atau barang setengah jadi untuk diproduksi barang dengan nilai tambah tertentu, untuk diekspor kembali. Depresiasi kurs, tak pelak lagi merupakan kendala utama, yang menurunkan daya saing mereka. Kondisi ini pulalah yang menjadikan kebutuhan modal kerja, adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar lagi, bagi kalangan eksportir nasional.Menanggapi keadaan itu, pemerintah mendirikan suatu Lembaga Pembiayaan Ekspor, yaitu PT. Bank Ekspor Indonesia (Persero) atau siangkatnya BEl, yang berfungsi menjadi media cash loan atau non cash loan bagi eksportir nasional. Namun mengingat risiko default yang relatif masih tinggi untuk kalangan nasabah debitur perbankan di Indonesia, maka dalam operasional sehari-harinya BEl hanya memberikan fasilitas pembiayaan atau penjaminan ekspor tersebut kepada eksportir yang telah menjadi debitur (dengan kolektibilitas lancar) pada beberapa bank devisa yang memang telah diseleksi secara ketat.Seiring dengan berjalannya waktu, BEl menghadapi beberapa kendala, seperti respon dari beberapa bank komersial terkesan kurang bersemangat di dalam membantu penyaluran fasilitas ini, mengingat resiko dari refinancing misalnya, ditanggung seluruhnya oleh kalangan bank komersial. Selain itu, kondisi pasca krisis, selain menjadikan kalangan bank komersial lebih selektif dan restriktif, juga menunjukkan kecenderungan beralihnya fokus layanan perbankan dari korporasi ke arah retail.Kendala lain berupa belum adanya perangkat Undang-Undang yang khusus melindungi fungsi BEI, sehingga selama ini EI masih berlindung pada Undang-Undang Perbankan, yang sama sekali tidak mengenal bentuk lembaga pembiayaan ekspor.Di lain pihak fenomena krisis sekarang ini menjadikan BEI sebagai penawar bagi kebutuhan modal kerja bagi para eksportir. Di saat krisis ekonomi ini berakhir, ketika akses modal kerja menjadi lebih mudah, dan tingkat bunga pinjaman (tingkat bunga global menurun), kemampuan serta daya tahan dari BEI, akan benar-benar diuji.Atas dasar kondisi ini, tulisan ini akan mencoba untuk menganalisis kondisi actual dari BEI dengan memasukkan unsur kerangka pikir skenario masa depan, guna menelaah kesiapan perusahaan tersebut di dalam menghadapi tantangan di masa depan dengan menggunakan model analisis Five Force Model, analisis SWOT, dan analisis strategi generic. Output dari analisis-analisis di atas, akan disajikan sebagai alternatif strategi manajerial yang dapat diaplikasikan oleh BEI. |