Meskipun tidak berlangsung lama, masa pendudukan Inggris di tanah Jawa (1811-1816) menandai pergolakan sejarah yang penting dalam sejarah Indonesia. Sayangnya, tidak banyak sumber tertulis mengenai pandangan orang Jawa sendiri akan masa yang singkat tetapi penuh gejolak itu. Sampai sekarang, sedikit sekali catatan mengenai pandangan orang Jawa mengenai hubungannya dengan dan budaya kolonial Inggris pada zaman itu. Sebaliknya, banyak tulisan dari perspektif Inggris yang membahas periode ini, khususnya tokoh besar seperti Sir Stamford Raffles (1781-1826).Namun, Babad Bedhah ing Ngayogyakarta (1816), sebuah babad berupa buku harian milik seorang pangeran senior di Keraton Yogyakarta, Pangeran Aryo Panular (1771-1826), memberikan wawasan menarik akan masa tersebut. Dalam hal penulisan, bentuk yang dipilih sang pengarangnya pun amat langka: berupa puisi Jawa tradisional alias macapatan. Pangeran Panular yang juga pakde Pangeran Diponegoro ini mengawali babadnya di tengah-tengah serangan Inggris ke Yogyakarta pada pagi buta 20 Juni 1812 dan mengakhirinya pada Agustus 1816. |