ABSTRAK Pada tahun 2004 Indonesia telah menjadi " net importer" minyak. Untuk meningkatkan produksi minyak di Indonesia Pemerintah dituntut untuk memberikan berbagai insentif kepada investor asing yang bergerak di bidang migas. Di sisi lain, Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak juga dituntut untuk meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak. Pada tahun 2010 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan hal tersebut, pada tahun 2015 Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan tagihan (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Atas SPPT PBB tersebut, baik untuk permukaan bumi maupun tubuh bumi, yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak tersebut, para K3S membawa penyelesaian sengketa pajaknya hingga ke level banding di Pengadilan Pajak. Pengenaan PBB Migas pad a masa eksplorasi dirasakan kurang tepat dan tidak sesuai dengan prinsip keadilan dalam pengenaan pajak baik dilihat dari benefit principal dan the ability to pay principle. Sela in itu, pengenaan PBB Migas pada K3S juga menimbulkan dampak negatif kepada investor yang dikhawatirkan akan menurunkan kegiatan eksplorasi migas di indonesia. |