Presidensialisme multipartai di Indonesia: studi kasus Presiden Joko Widodo dan Partai Golkar tahun 2016 = Multiparty presidentialism in Indonesia case study of President Joko Widodo and Golkar Party in 2016
Deka Komanda Yogyantara;
Aditya Perdana, supervisor; Ali Muhyidin, examiner
(Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017)
|
Penelitian ini membahas upaya Presiden Joko Widodo memperkuat posisi eksekutif dengan menggalang dukungan partai di luar koalisi pemerintah pasca pemilihan umum untuk menghindari potensi kebuntuan antara eksekutif dan legislatif. Fokus studi kasus yang diangkat adalah upaya yang dilakukan Presiden Joko Widodo menarik Partai Golkar ke dalam koalisi pemerintahan. Asumsi penelitian ini adalah Presiden Joko Widodo menggunakan ldquo;kotak alat eksekutif rdquo; yaitu seperangkat kewenangan yang dimiliki eksekutif untuk menarik Partai Golkar bergabung ke dalam koalisi pemerintah tahun 2016 untuk menjadikan koalisi pemerintah mayoritas di legislatif dan mencegah terjadinya kebuntuan antara eksekutif dan legislatif. Dengan menggunakan teori presidensialisme multipartai dan konsep presiden koalisional, penelitian ini membuktikan Presiden Joko Widodo menggunakan ldquo;kotak alat eksekutif rdquo; dalam menarik partai Golkar begabung ke dalam koalisi pemerintah, alasannya karena dengan jumlah kursi Partai Golkar di legislatif yang berjumlah 91 kursi berhasil mengubah posisi koalisi pemerintah yang awalnya 37.1 menjadi mayoritas yakni 68.9 . Kotak alat eksekutif yang digunakan berupa coalition goods yakni pembagian kursi menteri, serta porks yakni kebijakan-kebijakan seperti dana talangan Lapindo, SK Menkumham terkait pengesahan kubu Agung Laksono, dukungan terhadap calon ketua partai di dalam Musyawarah Luar Biasa Partai Golkar, serta dukungaan pengembalian kursi Ketua DPR untuk Setya Novanto. This study discusses the efforts of President Joko Widodo to strengthen the executive position by raising party support beyond the post election government coalition to avoid potential deadlock between the executive and legislative. The focus of the case study is the efforts by President Joko Widodo to draw the Golkar Party into the government coalition. The assumption of this research is that President Joko Widodo use the executive toolbox , a set of executive owned powers, to draw the Golkar Party into the 2016 government coalition to make the government 39 s coalition majority in the legislative and prevent deadlocks between the executive and the legislative. Using the theory of multiparty presidentialism and the concept of coalitional president, this study proves that President Joko Widodo use an executive tool box to draw Golkar parties into the coalition of government, the reason is that the number of seats in Golkar Party in legislative is 91 seat managed to change the position of the government coalition which originally 37.1 to the majority of which is 68.9 . The executive tool box used in the form of coalition goods is the act of giving ministerial seats, as well as porks such policies such as Lapindo bailout, SK Menkumham related to endorse Agung Laksono administrator, support for candidate party chairman in Musyawarah Luar Biasa Golkar Party, as well as support for Setya Novanto as the chairman of Indonesian legislative body. |
S-Deka Komanda Yogyantara.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S-Pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | xiv, 84 pages : illustration ; 28 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S-Pdf | 14-20-918305398 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20465620 |