ABSTRAK Hadirnya perusahaan pertambangan batubara dengan metode tambang terbuka, mengakibatkan terjadi kontestasi para pihak untuk menguasai tanah yang di dalamnya terkandung batubara. Kontestasi para pihak itu mendorong akses petani pada tanah pertanian turut terganggu. Dengan demikian, mempertahankan akses pada tanah pertanian dari ekspansi perusahaan pertambangan bukan hal mudah, karena petani transmigran dalam memaknai tanah tidak sama.Untuk menganalisis bagaimana upaya petani transmigran mempertahankan akses terhadap tanah pertanian dari ekspansi perusahaan pertambangan yang berusaha menguasai tanah pertanian milik petani, saya menggunakan teori akses yang dikemukakan oleh Ribot dan Peluso. Merujuk pada teori akses itu, petani transmigran berusaha agar tetap mampu mengambil manfaat dari tanah yang dimilikinya dengan berbagai mekanisme. Saya melihat upaya mempertahankan akses yang dilakukan petani tidak terlepas dari sikap agensi yang ada pada diri petani dan globalisasi yang sedang terjadi, sehingga teori agensi dan globalisasi saya gunakan untuk melengkapi teori akses dimaksud. Teori agensi yang dijelaskan Otner bukan dalam konteks hubungan status dan kekuasaan power , tetapi lebih pada kemampuan individu untuk mengambil inisiatif berdasarkan peristiwa yang pernah terjadi dan bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari inisiatif yang diambil ketika mencoba mempertahankan akses pada tanah pertaniannya. Sementara dengan globalisasi, terutama dikaitkan dengan batubara selaku komoditi global, pengambilan keputusan baik yang dilakukan oleh petani, maupun perusahaan pertambangan, tidak lepas dari pengaruh globalisasi seperti dijelaskan Giddens dan Appadurai. Dengan globalisasi, perluasan hubungan sosial sedang terjadi, sehingga kondisi sosial-ekonomi sekelompok masyarakat yang berada dalam satu negara tertentu, termasuk petani transmigran di Desa Kerta Buana, tidak lepas dari pengaruh negara lain.Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme mempertahankan tanah pertanian yang dilakukan petani, dibagi dua kelompok besar, yaitu petani Bali dan petani bukan Bali. Pengklasifikasian itu didasarkan pada mudah dan sulitnya perusahaan membebaskan tanah dari kedua kelompok petani itu. Mekanisme tersebut adalah sebagai berikut: a petani menentukan harga tanah pertanian yang diincar perusahaan pada level tertinggi di luar jangkauan perusahaan, b petani menganulir harga yang sudah disepakati sebelumnya, tetapi pihak perusahaan lalai membayar tepat waktu, c petani menyebut harga yang diajukan perusahaan belum cocok meskipun harga yang diinginkan petani tidak pernah terlontar, d petani melimpahkan isu penjualan tanah pada level kelompok tani, terkait kesepakatan pada anggota kelompok agar menjual tanah pertanian dilakukan pada perusahaan secara serentak.Mekanisme yang dilakukan oleh petani untuk mempertahankan akses pada tanah pertaniannya, sesungguhnya adalah upaya untuk mempertahankan lanskap sosial yang sudah terbentuk di Desa Kerta Buana. Dengan kata lain, tujuan mempertahankan akses tidak sekedar untuk mengambil manfaat dari sesuatu itu, tetapi juga untuk bertahannya suatu lanskap sosial yang sudah membuat petani transmigran merasa Desa Kerta Buana adalah bagian dari hidupnya. ABSTRACT The presence of coal mining company with open pit method resulted in contestation of the parties to control the land which contains coal. Contestation of the parties that encourage farmers 39 access to agricultural land is also disrupted. Thus, defending access to agricultural land from the expansion of mining companies is not easy because the understanding of the farmers transmigrant on land is not the same.To analyze how transmigrant peasants 39 efforts to defend access to farmland from the expansion of mining companies seeking control of farmer owned farms, I use the access theory proposed by Ribot and Peluso. Referring to the access theory, transmigrant farmers try to keep the benefits of their land under various mechanisms. I see that defending access by farmers is inseparable from the existing attitude of farmers 39 existing agencies and globalization, so that the agency theory and globalization I use to complete the access theory. The agency theory written by Otner describes is not in the context of the relationship of status and power, but rather to the individual 39 s ability to take initiative on the basis of events that have occurred and be responsible for the consequences of the initiative taken while trying to defend access to his farm. While globalization, especially related to coal as a global commodity, decision making by both farmers and mining companies, can not be separated from the influence of globalization as described by Giddens and Appadurai. With globalization, the expansion of social relations is taking place, so that the socio economic conditions of a group of people within a certain country, including transmigrant farmers in Kerta Buana Village, can not be separated from the influence of other countries, especially after the companies operating in Desa Kerta Buana have sold their shares in the stock exchange.The results showed that the mechanisms by farmers to maintain their farms were divided into two major groups, namely Balinese farmers and non Balinese farmers. The classification was based on the ease and difficulty of the company liberating the land from both groups of farmers. Those mechanisms are as follows a the farmer determines the price of agricultural land that the company is targeting at the highest level outside the reach of the company b the farmer annuls the agreed price but the company neglects to pay on time c Farmers call the price proposed by the company is not suitable but farmers do not mention the desired price, d farmers delegate the issue of land sales at farmer group level, related to agreement on group members to sell agricultural land to the company simultaneously.Mechanisms undertaken by farmers to maintain access to their farms, in fact, are attempts to maintain the already established social landscape in Kerta Buana Village. In other words, the goal of sustaining access is not just to take advantage of it, but also for the survival of a social landscape that has made transmigrant farmers feel that Kerta Buana Village is a part of his life. |