Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana penerimaan informasi media pembelajaran Digital Talking Book oleh siswa tunanetra. Pada intinya, penerimaan informasi adalah mengubah pesan ke dalam bentuk yang dapat digunakan untuk memandu perilaku manusia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus. Informan adalah salah satu siswa tunanetradi sekolah inklusi MTsN 19 Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan informasi melalui Digital Talking Book secara bergantian sesuai dengan kebutuhan. Dalam tahapan intepretasi Braille. Dalam tahapan retensi memori, informan mampu mengingat secara baik informasi yang bersifat sementara, seperti kata-kata yang berupa istilah, angka-angka, dan penjelasan tentang definisi, namun keterbatasan untuk memori jangka panjang sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Kecenderungannya adalah bahwa informan lebih memilih Braille dibandingkan dengan Digital Talking Book karena dianggap lebih mudah, ekonomis, dan cepat; merasa berinteraksi langsung dengan tulisa; dan penggunaan indera perabanya lebih optimal sehingga mengingat lebih cepat. |