Tujuan dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah untuk mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang kompetitif yaitu persaingan usaha yang sehat diantara para pelaku usaha. Salah satu larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah praktik kartel. Namun dalam pembuktiannya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengalami kesulitan menemukan bukti langsung, sehingga seringkali KPPU menggunakan bukti tidak langsung (indirect evidence) berupa bukti komunikasi dan bukti ekonomi. Secara eksplisit, indirect evidence belum diatur secara tegas dalam pengaturan hukum pembuktian di Indonesia. Salah satu kasus kartel yang diselesaikan oleh KPPU dengan menggunakan indirect evidence adalah pada kasus kartel ban dengan Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014 yang kemudian dikuatkan dalam putusan Pengadilan Negeri dan putusan Mahkamah Agung. Penelitian ini menganalisis bagaimana penggunaan indirect evidence dalam penyelesaian sengketa kartel oleh KPPU dan pandangan Majelis Komisi KPPU, Hakim Pengadilan Negeri serta Hakim Mahkamah Agung terhadap penggunaan indirect evidence dalam putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014.Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder atau bahan pustaka, yang kemudian dianalisis dengan metode kualitatif. Kedudukan indirect evidence dianggap hanya sebagai pendukung atau penguat terhadap bukti lain, sebagai alternatif apabila bukti langsung tidak dapat ditemukan. Penggunaan indirect evidence oleh KPPU dalam kasus kartel ban ini didasarkan atas bukti komunikasi berupa koordinasi/kesepakatan oleh beberapa perusahaan ban yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) dan bukti ekonomi melalui metode Harrington. Mahkamah Agung dalam pertimbangannya mengakui bahwa indirect evidence adalah bukti yang sah dipergunakan dalam pembuktian kartel sepanjang tidak adanya bukti lain yang dapat melemahkan indirect evidence tersebut. The objective of the establishment of Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition is to strive optimally the creation of competitive business competition that is fair business competition among business actors. One of the prohibitions of monopolistic practices and unfair business competition regulated in Law No. 5 of 1999 is the practice of cartels. However, in the proof, the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) has difficulty finding direct evidence, so that KPPU often uses indirect evidence in the form of communication evidence and economic evidence. Explicitly, indirect evidence has not been explicitly regulated in the legal regulation of evidence in Indonesia. One of cartel cases resolved by KPPU by using indirect evidence is in the case of a tire cartel with KPPU Decision Number 08 / KPPU-I / 2014 which is then reinforced in the decision of the District Court and Supreme Court ruling. This research analyzes how the use of indirect evidence in cartel dispute settlement by KPPU and Commission KPPU Commission's opinion, District Court Judge and Supreme Court Judge against the use of indirect evidence in KPPU decision No. 08 / KPPU-I / 2014.This research uses normative juridical approach with secondary data collection or library, then analyzed by qualitative method. The position of the indirect evidence shall be deemed merely as a support or reinforcement against other evidence, as an alternative if direct evidence can not be found. The use of indirect evidence by KPPU in the case of cartel ban is based on communication evidence in the form of coordination / agreement by some tire companies incorporated in Indonesian Ban Company Association (APBI) and economic evidence through Harrington method. The Supreme Court in its consideration acknowledges that indirect evidence is valid evidence to be used in. |