ABSTRACT Gagasan pembangunan desa pasca otoritarian dipandang sebagai transformasi pembangunan desa, karena tidak lagi menempatkan desa sebagai objek pembangunan yang ditandai adanya tuntutan penyusunan instrumen pembangunan desa. Namun secara praktik, instrumen pembangunan tersebut ternyata tidak mengakomodasi perbaikan produktivitas pertanian dan peternakan di Kampung Pasir Angling Desa Suntenjaya Kabupaten Bandung Barat. Sebab, petani-peternak tidak memiliki kapasitas pengetahuan dengan daya dukung tatanan administratif untuk menghendaki arah perbaikan. Pada kenyataannya, mekanisme musyawarah dusun secara tersirat diarahkan untuk menghendaki perbaikan dari negara. Dengan menggunakan perspektif pembangunan kritis, penelitian ini berpandangan bahwa transformasi pembangunan desa dapat berlaku apabila tidak terbatas pada perubahan strategi kebijakan publik, melainkan melingkupi perubahan sosial di berbagai sektor kehidupan masyarakat desa. Berangkat dari hal itu, penelitian ini menarasikan pendekatan dan bentuk pemberdayaan petani-peternak Yayasan Walungan dalam rangka menemu kenali transformasi pembangunan desa. Penelitian ini berargumen bahwa transformasi pembangunan desa yang memiliki karakteristik pemberdayaan dapat tercapai apabila terdapat penempatan elemen masyarakat sipil sebagai pihak yang menginisiasi artikulasi kebutuhan dan mengaktifkan kesadaran petani-peternak dalam praktik pembangunan desa. Gagasan mengenai artikulasi, dalam penelitian ini, diupayakan melalui perbaikan relasi yang bersifat egaliter, aktivitas kolektif, dan pengorganisasian masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualititatif dalam mendeskripsikan pemberdayaan petani-peternak di Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya, Kabupaten Bandung Barat. ABSTRACT The idea of post authoritarian rural development is seen as the transformation of rural development, since it no longer places the village as an object of development characterized by the demand for the preparation of rural development instruments. However, in practice, the development instrument did not accommodate the improvement of agricultural and livestock productivity in Kampung Pasir Angling Suntenjaya Village, West Bandung regency. Since, farmers do not have the capacity of knowledge with the carrying capacity of the administrative order to require direction of improvement. In fact, the mechanism of deliberations of the hamlet is implicitly aimed at seeking improvement from the state. Using a critical development perspective, the study argues that village development transformation may apply if not limited to changes in public policy strategies, but rather to social change in various sectors of village life. Departing from that, this research narrates approach and form of the community development of farmer breeder that initiated by Yayasan Walungan in order to find the transformation of village development. This study proposes arguments that the transformation of the rural development mdash which has the characteristics of empowerment mdash can be achieved when there is a placement of the civil societys elements as the party that initiates the articulation of needs and activates the consciousness of farmer breeders in the practice of rural development. The idea of articulation in this study is attempted through relations improvement in egalitarian way, collective activities, and community organizing. This research used qualitative research approach in describing the community development of farmer breeders in Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya, Kabupaten Bandung Barat. |