:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Resentralisasi tata kelola hutan di Indonesia = Re-centralization of forest governance in Indonesia

Zihan Syahayani; Harsanto Nursadi, supervisor; Tri Hayati, examiner; Muhamad Ramdan Andri Gunawan Wibisana, examiner (Universitas Indonesia, 2017)

 Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai resentralisasi tata kelola hutan di Indonesia. Permasalahan yang dikaji adalah tentang mengapa urusan kehutanan kembali disentralisasi berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 23 Tahun 2014 dan bagaimana seharusnya resentralisasi tata kelola hutan yang integratif dan berkelanjutan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis, perundang-undangan dan konseptual yang berkaitan dengan sentralisasi dan desentralisasi urusan kehutanan di Indonesia. Jawaban yang diperoleh dari hasil penelitian, pertama, Pemerintah melakukan resentralisasi urusan kehutanan karena kerusakan sumber daya hutan yang semakin parah di era kebijakan desentralisasi diterapkan. Pada praktiknya penyelenggaraan desentralisasi selama ini, baik sebelum maupun setelah rezim UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, hanya menambah beban ekonomi biaya tinggi, dikarenakan pemerintah kabupaten/kota tidak menjalankan fungsi pengawasan dengan benar dan justru menjadi pusat suap dalam hal perizinan kehutanan. Kedua, kebijakan resentralisasi tata kelola hutan yang integratif dan berkelanjutan seharusnya dibangun dengan pendekatan bioregion dan pembangunan berkelanjutan, lintas batas administratif managing transboundary resourches , serta penyelenggaraan prinsip tata kelola hutan yang baik good forest governance.
Kebijakan resentralisasi demikian mensyaratkan beberapa unsur antara lain: 1 transparansi dan akuntabilitas; 2 partisipasi; dan 3 koordinasi dan supervisi. Pada tataran implementasi, penyelenggaraan resentralisasi tata kelola hutan yang integratif dan berkelanjutan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 akan menemui beberapa tantangan. Pertama, tantangan untuk mempercepat proses pelaksanaan pengukuhan hutan, khususnya dalam hal penentuan tata batas, agar tidak kalah cepat dengan proses perambahan. Kedua, tantangan kelembagaan KPH dan cabang dinas provinsi di tingkat kabupaten/kota, menyangkut pula aspek kesiapan sumber daya manusia dan pendanaan. Ketiga, penguatan peran stakeholder, khususnya pemerintah provinsi. Selain itu juga penguatan peran masyarakat adat atau lokal dan masyarakat sipil, misalnya dalam memberi masukan atau review perizinan. Kata Kunci: resentralisasi, desentralisasi, tata kelola hutan.

This research aims to analyse about re centralization of forest governance in Indonesia. The problem is focused on why forestry affairs are re centralized based on Law Number 23 Year 2014 on Regional Governance Law No. 23 2014 and how re centralization of integrative and sustainable forest governance should be. This type of research is normative legal research that has a prescriptive nature. This research use a historical, legal and conceptual approach related to the centralization and decentralization of forestry affairs in Indonesia. The answer of the research is the first one, The Goverment do re centralization because the increasingly severe damage to forest resources in the era of decentralization policies. In practice the implementation of decentralization so far, both before and after the regime of Law No. 22 1999 on Regional Governance, only adds to the burden of high cost economy, because the district city government does not perform proper supervisory functions and instead becomes the center of bribery in forestry licensing. The second one, integrative and sustainable forest management decentralization policies should be developed with bioregion and sustainable development, managing transboundary resourches, and good forest governance principles approach.
The concept of re centralization has several elements including 1 transparency and accountability 2 participation 3 coordination and supervision. At the implementation level, re centralization of integrative and sustainable forest governance based on Law No.23 2014 will meet some challenges. The first one, the challenge to accelerate the implementation process of forest empowerment, especially in terms of setting boundaries, so as not to lose quickly with the process of encroachment. The second one, the challenges of KPH empowerment and branches of provincial services at the district city level, concerning aspects of human resource and funding readiness. The third one, strengthening the role of stakeholders, especially the provincial government. In addition, strengthening the role of indigenous or local peoples and civil society, for example in giving input or review of permissions. Keywords re centralization, decentralization, and forest governance.

 File Digital: 1

Shelf
 T50266-Zihan Syahayani.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T50266
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Universitas Indonesia, 2017
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xiii, 183 pages : illustration ; 30 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T50266 15-19-115602044 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20475516