Bandung menjadi salah satu role model kota ekonomi kreatif di Indonesia dan di Dunia. Capaian baik tersebut adalah hasil dari usaha stakeholders yang berasal dari unsur masyarakat, bisnis, entitas sosial dan pemerintah entitas politik melalui peran strategisnya dalam mengembangkan ekonomi kreatif di Kota Bandung. Walaupun demikian, sebenarnya potensi pengembangan ekonomi kreatif di Kota Bandung ini bisa jauh lebih besar dari pada hasil yang telah dicapai, namun hal tersebut tidak terjadi karena interaksi yang dilakukan oleh ketiga entitas tersebut belum optimal baik itu secara terpisah maupun bersama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interaksi interferences, interplays, dan interventions yang dilakukan para pemangku kepentingan pada kebijakan pengembangan ekonomi kreatif di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dengan jenis penelitian deskriptif, dan penelitian ini juga menggunakan wawancara dan studi dokumentasi sebagai metode pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan konsep societal governance ini secara prinsip sesuai dengan apa yang dilakukan Kota Bandung dalam mengembangkan ekonomi kreatifnya, ada sub-variabel yang bisa berjalan dengan baik tetapi ada juga belum. Pertama, bahwa Bandung Creative City Forum BCCF sebagai representasi entitas sosial, dapat menjalankan sejumlah aktivismenya secara otonom dengan cara membuat sejumlah prototipe solusi kreatif perkotaan, baik itu yang bersifat internal maupun eksternal, kedua bahwa ada sebuah kolaborasi yang tampak diantara para pemangku kepentingan melalui program Design Action Bandung, namun dalam pelaksanaanya masih ada diantara entitas yang terkesan powerless padahal kekuasaan dan kewenangannya cukup besar untuk bisa ikut mengatur dan mengurus program tersebut, walaupun demikian program ini berhasil memberikan sejumlah rekomendasi bagi pemerintah agar bisa dijalankan melalui sejumlah program yang akan dibuat kemudian, ketiga bahwa saat ini pemerintah sebagai entitas politik dapat menggunakan kewenangannya untuk membuat kebijakan dan program yang mendukung namun dalam aplikasinya masih ada yang perlu ditingkatkan, serta kontrol dan sanksi yang juga belum sepenuhnya dilakukan dengn baik, hal tersebut karena terbatasnya dukungan jajaran SKPD kota yang masih dalam proses memahami ekonomi kreatif itu sendiri. Bandung serves as a pilot project for creative economy implementation in Indonesia and abroad. It has been recognized that this achievement was made possible with a collaboration between stakeholders, including the government and society, through their strategic roles in creative economy development in the city of Bandung. Nevertheless, the potentials of creative economy in the city of Bandung are in fact much more significant in comparison to what has been actualized, but it does not happen because the interactions between the three entities are not optimal either separately or concurrently. This research aims to analyze the interactions of interferences, interplays, and interventions run among hose stakeholders on the policy of creative economy development in Bandung. This research is descriptive research and employed post positivist approach. In depth interviews and document study were carried out for the purpose of data collection. Present research results showed that the use of the concept of societal governance is in principle has accordance with the Bandung City in developing its creative economy, there are sub variables that could go well but there are also yet. First, the Bandung Creative City Forum BCCF as a representation of the social entity, can run a number activism autonomously by making several prototype creative solutions to urban areas, both internal and external. Secondly, there is a collaboration that appeared among stakeholders through the Design Action Bandung program, but in the implementation, there are still entities who give powerless impression even though the power and authority are large enough to be able to organize and manage the program. However, the program succeeded in providing recommendations for the government to be run through programs that will be made later. Thirdly, nowadays the government as the political entity should be able to use its authority by making supported policies and programs but in its application, it still needs to be improved also the control and sanction which also not fully done well. This is due to the limited support of SKPD of the Bandung City that still in the process of understanding the creative economy itself. |