Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis partisipasi masyarakat, berbagai faktor yang menghambat partisipasi masyarakat, dan upaya strategis yang dapat dilakukan untuk menguatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan dan perumusan kebijakan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kota Malang tahun anggaran 2017. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan guidance literatur berupa teori perumusan kebijakan publik, teori partisipasi masyarakat, dan konsep-konsep penganggaran partisipatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari studi dokumen, studi literatur, dan wawancara mendalam terhadap para informan yang terdiri dari masyarakat sipil, pemerintah Kota Malang, DPRD Kota Malang, dan pakar yang relevan yang dipilih dengan menggunakan metode purposive. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metode pemrosesan satuan dan kategorisasi data untuk kemudian dilakukan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat, berdasarkan pada tangga partisipasi masyarakat menurut Arnstein 1969 , terklasifikasikan pada tingkatan placation yang berada pada derajat tokenism atau partisipasi semu. Hal ini dikarenakan bahwa sekalipun proses musyawarah dalam pelaksanaan musrenbang RKPD di Kota Malang telah secara baik melibatkan berbagai unsur masyarakat dalam rangka bersama-sama pemerintah merencanakan berbagai program dan kegiatan pembangunan di Kota Malang, namun keputusan akhir dalam penentuannya, apakah hasil musrenbang tersebut akan diakomodir dalam APBD, tetap dominan ada di tangan pemerintah. Selain itu, ruang-ruang partisipasi masyarakat pada tahapan pasca-musrenbang, berdasarkan berbagai temuan yang ada, juga diketahui belum optimal, sehingga berdampak pada lemahnya peran kontrol yang dapat dilakukan oleh masyarakat terhadap proses perumusan APBD yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini, penganggaran partisipatif adalah pelibatan dan keterlibatan masyarakat secara bermakna, dimana kontribusi masyarakat terhadap setiap keputusan anggaran yang diambil oleh pemerintah menjadi titik inti partisipasi masyarakat. Sedangkan penelitian ini menemukan bukti bahwa aktor pemerintah masih memainkan peran yang dominan dalam proses perencanaan dan penganggaran publik. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat empat faktor yang menghambat partisipasi masyarakat antara lain; rendahnya komitmen politik para elit pemerintahan, belum optimalnya saluran-saluran partisipasi masyarakat, birokrat pemerintahan yang kurang mendukung, dan minimnya kesadaran dari masyarakat. Keempat faktor tersebut pada dasarnya tidak saling berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan erat satu sama lainnya. Pemberian pendidikan politik kepada masyarakat sipil untuk menopang kegiatan advokasi dalam perencanaan dan penganggaran publik merupakan upaya strategis yang dapat dilakukan oleh berbagai kalangan baik LSM, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, dan berbagai kalangan lainnya untuk dapat mendorong partisipasi masyarakat secara bermakna. Namun upaya strategis ini juga harus didukung oleh komitmen pemerintah untuk melibatkan masyarakat secara bermakna dalam perencanaan dan penganggaran publik. Terdapat setidaknya tiga upaya strategis yang dapat dilakukan oleh pemerintah antara lain; menerapkan pagu aspirasi masyarakat dalam musrenbang, membentuk forum masyarakat sebagai delegasi masyarakat untuk mengikuti tahapan-tahapan proses penganggaran pasca-musrenbang, dan menerapkan sistem perencanaan dan penganggaran publik yang memihak kepada masyarakat dan mendukung prinsip-prinsip good governance. The research aims to analyze public participation, a variety of factors that hamper the public participation, and strategic efforts to strengthen the public participation in the process of development planning and local budget formulation on Malang City at Fiscal Year 2017. This research uses qualitative approach with the literature guidance of public policy formulation theory, public participation theory, and concepts of participatory budgeting. The data used in this study is sourced from document studies, literature studies, and in depth interviews to informants selected by purposive method such as civil society, the government of Malang City, the DPRD of Malang City, and relevant expert. The data is analyzed by using unit and data categorization method to then be processed by triangulation. The results show that the public participation, based on the ladder of participation according to Arnstein 1969, is classified at the level of placation, which is present in the degree of tokenism or called pseudo participation. This is because even though the process of dialogues in the implementation of musrenbang RKPD in Malang City has been well involving various elements of society in order to plan the development of the city, but the final decision in determining whether the musrenbang results will be accommodated in APBD, remains dominant in the government hands. Moreover, the spaces of public participation in the post musrenbang stage, based on various findings, are also known to be inadequate, thereby impacting on the weak supervision that can be made by public on the process of APBD formulation done by the governments. Participatory budgeting, in this case, is the meaningful public engagement and involvement in which the public contribution to any budgetary decision taken by government becomes the main point of public participation. This study finds evidence that the governments play a dominant role in the public planning and budgeting processes. This study also finds that there are four factors hampering the public participation such as low political commitments of the government elites, not yet optimal channels of the public participation, less supportive government bureaucrats, and lack of awareness from the public. These four factors are essentially not mutually exclusive, but are closely related to each other. Providing political education to civil society to support advocacy activities in the public planning and budgeting processes is a strategic effort that can be done by various groups including NGOs, community organizations, universities, and various other groups to encourage meaningful public participation. However, these strategic efforts must also be supported by the government's commitment to engage the public meaningfully in the public planning and budgeting processes. There are at least three strategic efforts that can be done by the governments such as implement the public aspiration limits in the musrenbang, form the public forum as a public community delegates to follow the stages of the post musrenbang budgeting process, and implement a planning and budgeting systems that take side with the public and support the principles of good governance. |