Keabsahan kepemilikan tanah oleh pihak yang telah melebihi batas kepemilikan tanah dengan melakukan perjanjian pinjam nama analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 997 K/PDT/2017 tahun 2017 = Legality of land title ownership of parties who exceeded land ownership limit by way of nominee arrangement analysis of supreme court decree Number 997 K/PDT/2017 of 2017
Attiya Khaitami;
Arie Sukanti Sumantri, supervisor; Yuli Indrawati, examiner; Suparjo, examiner
(Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018)
|
ABSTRAK Pasal 7 Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Hal ini kemudian yang menjadi landasan reformasi agraria atau dikenal dengan landreform yang salah satu programnya adalah penetapan batas maksimum kepemilikan tanah yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 56 Prp 1960 tentang penetapan batas maksimum luas tanah pertanian. Tetapi pada kenyataannya masih terjadi upaya untuk menyelundupi peraturan tersebut dengan mengadakan perjanjian pinjam nama seperti kasus yang Penulis angkat pada penelitian ini. Penelitian ini menggunakan bentuk pendekatan yuridis normatif, yang menitikberatkan pada studi kepustakaan. Hasil analisis menunjukan bahwa yang pertama, kepemilikan tanah oleh pihak yang telah melebihi batas kepemilikan tanah dengan melakukan perjanjian pinjam nama tidak sah karena dapat dikatakan sebagai penyelundupan hukum. Kedua, putusan hakim dalam kasus ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dalam hal demikian diperlukannya peninjauan kembali atas putusan tersebut karena dengan hakim memenangkan pihak yang melakukan penyelundupan hukum, menunjukkan lemahnya penegakkan peraturan landreform yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria. ABSTRACT Article 7 of the Basic Agrarian Law states that in order not to harm the public interest, the excessive ownership and control of the land shall not be permitted. This is then the basis of agrarian reform or known as landreform which is one of the programs is the determination of the maximum limit of land ownership which is regulated further in Act Number 56 Prp of 1960 on the determination of the maximum limit of agricultural land area. But in reality there is still an attempt to smuggle the rules by entering into a nominee agreement as the case the author adopted in this study. This research uses a normative juridical approach, which focuses on literature study. The results of the analysis show that the first, the ownership of land by those who have exceeded the land ownership limit by entering into an unlawful lending agreement because it can be said to be a legal smuggling. Secondly, the judge 39 s decision in this case is contrary to the laws and regulations, in which case a review of the judgment is necessary because with the judge winning the party smuggling the law, it shows the weakness of the enforcement of landreform rules mandated by the Basic Agrarian Law. |
T51068-Attiya Khaitami.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T51068 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | unmediated ; computer |
Tipe Carrier : | volume ; online resource |
Deskripsi Fisik : | xii, 76 pages : illustration ; 28 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T51068 | 15-19-491678780 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20476596 |